JAKARTA -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri siapa saja yang bermain di balik kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sejumlah elemen masyarakat menduga, banyak pihak telah memanfaatkan aliran dana dari pusat untuk kepentingan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Presidium Aliansi Masyarakat untuk Penegakan Hukum (Ampuh) mencurigai hal ini.
”Aliran dana tersebut diperkirakan masuk ke sejumlah nama dan akan digunakan untuk agenda politik dalam pemenangan pemilu 2019,” ucap Yana dalam keterangan tertulisnya, kemarin (16/12).
Yana nenyoroti nama tersangka terakhir yang menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tubagus Cepy Sethiady. Menurutnya, Cepy dapat menjadi kunci untuk mengungkap siapa pihak-pihak yang turut menerima aliran Dana tersebut.
”Karena tugas Cepy selama ini menyetorkan Dana yang terkumpul ke orang terakhir yang akan digunakan untuk pemenangan partai yang dipimpinnya,” ucapnya.
Diungkapkan Yana, praktik mahar yang ditujukan untuk pencairan alokasi Dana pendidikan sudah lazim terjadi di Cianjur. Misalnya, alokasi bagi pembangunan ruang kelas. Kata dia, kepala sekolah memberikan mahar dengan harapan akan kembali mendapat alokasi anggaran di tahun berikutnya.
Yana menambahkan, pemberian mahar tersebut sudah menjadi kebiasaan hingga dianggap menjadi tradisi. Beberapa di antara kepala sekolah bahkan menilai pemberian tersebut merupakan hal yang lumrah. ”Jika tidak, konsukensinya tidak akan mendapat alokasi atau dipindahkan dari jabatannya saat ini,” tuturnya.
Terpisah, Direktur Cianjur Institute, Ridwan Mubarak mendesak KPK untuk mengungkap kasus lain terkait penetapan tersangka Bupati Cianjur. Menurutnya, banyak rangkaian kasus yang butuh dikembangkan dari OTT beberapa waktu lalu itu.
”Ini pekerjaan besar untuk banyak pihak, agar mampu menyingkap para aktor intelektual yang berperan selama 14 tahun di politik dinasti ini,” terang Ridwan.
Ridwan merinci kasus-kasus yang ia maksud. Seperti, dugaan korupsi proyek Cempaka senilai Rp 46 miliar, alun-alun sebesar Rp 62 miliar, dana bansos tahun anggaran 2009, serta dugaan-dugaan lain yang lama menguap.
Bupati Cianjur periode 2011-2015, Tjejep Muchtar Soleh, yang tak lain merupakan ayah kandung Irvan, disebut Ridwan sebagai orang yang selama ini diduga dimanfaatkan pihak-pihak tertentu.