BANDUNG – Permasalahan Citarum tak kunjung selesai, menarik banyak pihak untuk ikut berpartisipasi. Melalui Living Lab Upper Citarum, Van Hall Larenstein University of Applied Sience, Belanda dengan pembiayaan dari SIA Belanda, berkolaborasi dengan ITB, Universitas Telkom dan Itenas melaksanakan kegiatan strategi kreatif berbasis partisipasi warga dalam bentuk pemetaan, lukisan dan puisi.
Beberapa instansi terkait Citarum seperti BBWS, DLH Jabar, DLH Kabupaten Bandung, BPSDM Jabar, APPLI, Disperkim dan komunitas Elingan turut serta dalam rangkaian kegiatan yang digelar 12- 22 November 2018.
Kegiatan diawali dengan pelatihan 21st century skills bagi akademisi dan aparat pemerintahan yang akan menjadi fasilitator kegiatan partisipasi di masyarakat. Metoda penyelesaian masalah melalui pemetaan kondisi terkini, pemetaan imajinasi di masa depan, dilanjutkan dengan kegiatan seni membuat lukisan ekspresif dan puisi untuk sungai citarum menjadi pengetahuan baru bagi fasilitator.
Setelah itu, fasilitator melanjutkan dengan studi lapangan ke warga Desa Ciwalengke dan Sukahaji (Majalaya). Warga yang memiliki masalah seperti banjir, ketiadaan air bersih, belum ada pengelolaan sampah, sanitasi yang tidak memadai, penyakit kulit dan polusi asap pabrik dibimbing untuk membuat pemetaan kondisi dan masalah mereka. Kemudian dilanjutkan dengan memetakan gambar lingkungan yang diharapkan. Kegiatan dilanjutkan dengan melukis abstrak dan membuat puisi. Warga sangat antusias dengan kegiatan seni ini karena mereka sudah lama tidak pernah melakukannya.
Hasil mapping, lukisan dan puisi ini kemudian dicetak dan dibawa ke Desa Cipaku, Banjaran yang juga berada di sekitar Citarum dan dekat dengan kawasan pabrik. Perwakilan warga Banjaran mempresentasikan karyanya, lalu mendiskusikan masalah dan mengeksplorasi alternatif solusinya. Tampak beberapa solusi yang ditawarkan seperti bank sampah dan pembuatan daur ulang limbah pun, belum memuaskan warga. Keterbatasan distribusi hasil pengelolaan bank sampah di masyarakat menjadi kendala. Muncul pula masalah kualitas hasil produk daur ulang yang tidak memiliki nilai jual di pasar yang membuat masyarakat enggan untuk melanjutkan program daur ulang.