Soekarno Pernah Curhat ke Jawaharlal Nehru

Pembentuk Game of Life yang Berakhir

Sebelum berburu ke para ahli waris, museum, hingga ke Belanda, Bonnie Triyana dan Aryono harus memetakan dulu: para tokoh itu pernah berhubungan dengan siapa dan ikut organisasi apa saja. Yang membuatnya lebih sulit, surat-surat tersebut harus bisa menggambarkan pribadi tiap pendiri bangsa secara utuh.

FERLYNDA PUTRI-SAHRUL YUNIZAR, Jakarta

SUDAH berbagai tempat didatangi. Sudah beberapa orang ditemui. Tapi, surat-surat yang ditulis John Lie tak kunjung dikantongi.

Padahal, Lie pahlawan nasional. Saat Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, dia memimpin Angkatan Laut Republik Indonesia melakukan blokade terhadap Belanda di sekitar Aceh.

”Akhirnya saya ke Museum Pustaka Peranakan Tionghoa (di Tangerang). Di sana saya bertemu Azmi Abubakar yang memegang surat pribadi hingga album foto John Lie,” ucap Aryono.

Ari -sapaan akrab Aryono- merupakan tim litbang his­toria_id. Bersama sejarawan Bonnie Triyana, dia berburu surat para pendiri bangsa. Yang hasilnya dipamerkan mulai kemarin di Museum Nasional, Jakarta, hingga 22 November.

Bisa dibayangkan tingkat kesulitannya. Para tokoh ter­sebut sudah berpuluh-puluh tahun silam meninggal. Dan mereka hidup jauh sebelum ada jejak digital. Di negeri yang tak punya tradisi dan kedi­siplinan bagus dalam mengelo­la berbagai arsip.

Riset awal mereka lakukan tiga bulan lalu. Tujuan me­reka ialah menemukan gam­baran bagaimana hubungan pribadi dan pemikiran sejum­lah tokoh bangsa itu.

Ari dan Bonnie pun mem­baca biografi maupun oto­biografi para tokoh. Mulanya hanya lima orang, yakni So­ekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, RA Kartini, dan Tan Malaka. Tapi, dalam per­jalanan riset, jumlahnya di­tambah tiga tokoh lain: Agus Salim, Ki Hajar Dewantara atau Suwardi Suryaningrat, dan John Lie

Tahap selanjutnya, tentu saja mereka harus mengetuk satu per satu rumah ahli waris. Juga menjelajah jauh sampai ke Belanda, negeri dengan pengelolaan arsip yang sangat bagus.

”Biasa, kalau menelusuri kan seperti karambol gitu. Dari sini nembak ke ujung, lalu mental ke sisi lain hingga akhirnya ke tujuan,” ujar Ari saat ditemui menjelang pa­meran hasil kolaborasi dengan Direktorat Sejarah Kemente­rian Pendidikan dan Kebu­dayaan tersebut kemarin.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan