Ketua Aspikom Jabar Raih Best Paper Awarding

”Kenapa penelitian ini saya ambil. Karena memang Rid­wan Kamil memiliki keung­gulan dibandingkan yang lain. Pada saat calon-calon lain itu mulai menyosialisasikan diri di masyarakat membentuk opini di masyarakat, justru Ridwan Kamil sudah mela­kukannya bertahun-tahun yang lalu, melalui media so­sial yang kemudian menjadi trending topic tentang twiter, twitter Ridwan Kamil. Dan itu sudah diteliti oleh puluhan peneliti dalam berbagai ang­le,” sambungnya.

Berawal dari media sosial itulah, masyarakat Jawa Barat bahkan Indonesia mengenal sosok Ridwan Kamil. Sehing­ga, kata dia, pada pelaksana­an pemilihan gubernur, Rid­wan Kamil sudah tidak asing di mata masyarakat.

Namun demikian, sebut dia, tidak melulu mengandalkan kehebatan media sosial untuk mampu memopularkan diri, tetapi juga harus diisi dengan karya nyata. Termasuk, apa yang dilakukan Ridwan Kamil dengan sejumlah karya nya­tanya. Baik saat dirinya seba­gai seorang arsitek, maupun saat menjadi Wali Kota Bandung.

Keberhasilan-keberhasilan itu di publish Ridwan Kamil melalui akun media sosialnya. Sehingga membentuk opini, Ridwan Kamil dapat menge­tahui kondisi, keinginan dan harapan masyarakat.

”Karya nyata dulu, baru kita bisa mempublis dan bisa memberikan pengaruh posi­tif terhadap berbagai macam opini yang kita kirim ke media sosial. Jadi dalam ilmu reto­rika, retorik yang baik adalah dia mampu mengatakan isi hatinya, pikirannya, secara baik dengan kalimat-kalimat yang baik, tapi juga dia mam­pu melaksanakan apa yang dia sampaikan itu secara nyata,” ungkapnya.

Disinggung apakah hal yang dilakukan Ridwan Kamil bisa juga dilakukan oleh mereka yang akan ‘bertarung’ dalam Pemilu 2019. Dia mengatakan bisa, salahsatunya dengan menonjolkan karya nyata dan kerja kerasnya yang bisa dila­lukan dan dirasakan berman­faat oleh masyarakat.

”Nanti juga masyarakat akan menilai, harusnya itu bisa dilakukan jauh-jauh hari, tahun-tahun sebelumnya harus dilakukan,” jelasnya.

Berkaitan dengan tahun politik, media sosial juga ren­tan dengan penyebaran hoax. Menurut Sutrisno, hoax mun­cul ketika seseorang sudah naik kepermukaan bahkan sudah memiliki ratting atau sudah trend. ”Kenapa hoax itu muncul karena ada se­kelompok orang atau tokoh dan lain-lain, yang tidak ingin tersaingi. Maka mereka membuat tandingan atau bahkan membalikkan situasi, yang positif itu menjadi ne­gatif,” tutupnya. (ign)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan