PURWAKARTA – Belum terpenuhinya uang ketuk palu untuk legislatif. Ditenggarai, jadi salah satu penyebab molornya pengesahan sejumlah Raperda menjadi Perda oleh DPRD Purwakarta.
Dari penulusuran RMOLJabar, setidaknya ada empat raperda yang diprakarsai DPRD Purwakarta hingga kini nasibnya terkatung-katung. Di antaranya; raperda tentang penyelenggaraan kepemilikan satuan rumah susun, pengolaan limbah domestik, penyelenggaraan kepariwisataan dan raperda sistem pelayanan PDAM Kabupaten Purwakarta.
Selain itu ada dua raperda lagi, yang diinisiasi Pemkab Purwakarta yang mengalami hal sama, di antaranya; raperda kawasan tanpa rokok dan pencabutan Perda No 16 tahun 2011 tentang retribusi ijin gangguan.
Menanggapi hal itu Ketua Gerakan Moral Masyarakat Purwakarta (GMMP) Hikmat Ibnu Ariel mengatakan, istilah uang ketok palu seakan mejadikan lembaga DPRD memiliki dua wajah.
”Satu sisi wajah baik dengan membawa semangat aspirasi keterwakilan rakyat. Sisi lain nampak wajah peminta-minta. Bahwa untuk bisa diketok palu sebuah Raperda menjadi Perda harus ada duitnya,” ujar Ariel, kemarin (5/11).
Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum, bahwa uang ketok palu itu memang ada, jika ditafsirkan semuanya tanpa kesepakatan, namun yang jadi masalah adalah jika masing-masing pihak punya pengertian berbeda.
”Ambil pengertian bahwa uang ketok palu adalah sesuatu yang dimaksud oleh masyarakat sebagai imbalan atas keputusan yang dihasilkan oleh DPRD yang berkaitan dengan Peraturan Daerah (Perda) atau Perda tentang APBD. Berdasarkan definisi tersebut, maka, jika ini maksudnya, uang ketok palu tidak ada di DPRD. Apalagi lembaga DPRD, tugas dan kegiatannya dibiayai oleh APBD, termasuk untuk mengesahkan Perda tersebut,” tuturnya.
Sehingga bukanlah uang ketok palu jika setelah mengambil keputusan terkait APBD para anggota DPRD dapat uang. “Bisa jadi itu adalah uang representasi atau tunjangan rapat atau uang perjalanan dinas yang dibolehkan Undang-Undang terkait,” ucapnya.
Dia menenggarai hal tersebut motivasinya cenderung agar pembahasan Raperda berjalan lancar tanpa hambatan yang berarti. ”Jika semuanya dilewati dengan baik dan benar, harmonisasi pembahasan bersama terkait raperda terjadi antara eksekutif dan legislatif maka tidak akan muncul motivasi dan niat untuk memberikan uang ketok palu. Dan tentu saja ini akan memperlancar roda pembangunan di Purwakarta,” demikian Aril.