BANDUNG — Rencana proyek Ducting Pemkot Bandung saat ini mendapat banyak peminat. Sedikitnya 20 perusahaan termasuk PT Telkom yang ingin berpartisipasi dalam proyek tersebut.
Berdasarkan informasi Proyek Ducting ini akan menelan biaya sebesar Rp 1,3 triliun. Pada pelaksanaannya proyek ini memindahkan seluruh kabel fiber optik kedalam tanah dengan mengeluarkan saluran terpadu.
Executive Vice President PT Telkom Regional 3 Jabar, Ketut Budi Utama mengatakan, PT. Telkom sangat berminat bekerja sama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung membangun ducting tersebut.
Dengan sistem ducting perawatan akan menjadi lebih mudah,” kata Ketut ketika ditemui usai pertemuan dengan wali Kota Oded M. Danial di Balai Kota kemarin. (29/10)
Menanggapi hal itu, Oded mengatakan, Pemkot Bandung selalu terbuka untuk berkolaborasi dengan semua pihak. Termasuk dengan PT Telkom untukmembangun ducting.
“Kolaborasi dengan semua pihak itu sebuah keharusan. Pekerjaan kita agar cepat selesai dan bermanfaat bagi masyarakat,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandung (Diskominfo), Ahyani menyampaikan terdapat sekitar 20 penjajakan kerja sama telah digelar terkait proyek ducting.
“Kita akan lakukan rapat teknis terlebih dahulu bersama PT Bandung Infra Investama (BUMD milik Pemkot Bandung). Karena proyek ducting ini banyak yang berminat, artinya kita terbuka bagi yang ingin kerjasama,” ujarnya.
Semantara itu, Juru bicara PT BII Bulgan Alamin menjelaskan
Ducting adalah saluran fiber optik untuk Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK).
Jadi yang di atas-atas (kabel udara) itu masuk ke satu saluran bawah tanah,” ujar Bulgan.
Melalui saluran tersebut fiber optik akan mentransmisi data dalam bentuk suara, data umum dan video atau lebih dikenal dengan teknologi triple play. Teknologi tersebut lebih canggih dibanding sebelumnya yang menggunakan copper atau tembaga.
“Dengan fiber optik seluruh data 2g, 3g atau 4g itu bisa cepat dan tanpa batas atau unlimited. Jadi ibarat ini jalan tol, semua (data) bisa masuk dan cepat,” katanya.
Pada awalnya, kata Bulgan, pola kabel bawah tanah sudah ada namun tidak terorganisir secara baik. Bahkan seiring waktu jumlah perusahaan bidang TIK semakin banyak sehingga kabel semakin tidak beraturan dan kerap terjadi gangguan.