BANDUNG – Pemilih pemula merupakan pemilih yang menggunakan hak pilihnya untuk pertama kali dalam pemilu. Pada siklus pemilihan di Indonesia yang digelar setiap lima tahun sekali, maka usia pemilih pemula pada kisaran 17-21 tahun.
Dari umur tersebut, rata-rata kelompok pemilih adalah siswa SMA/sederajat, lulusan SMA/sederajat, sampai para mahasiswa atau para pekerja muda.
Dilansir dari Pedoman Pendidikan Pemilih, yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilih pemula menjadi sasaran strategis karena jumlahnya dalam Pemilu yang cukup besar. Mereka juga merupakan pemilih yang baru pertama kalinya sehingga perlu diberikan pemahaman yang baik terhadap demokrasi. Selian itu, mereka adalah calon pemimpin masa depan sehingga dengan menggali dan mengetahui pandangan mereka tentang demokrasi, sehingga dapat memberikan apa yang mereka butuhkan sebagai bekal di masa depan.
Kepala Dinas Pendidikan, Ahmad Hadadi mengatakan para siswa sebagai pemilih pemula perlu diedukasi mengenai pemilu. Para guru yang independen dapat menyampaikan tentang sistem tata kelola negara serta politik, tetapi tanpa berafiliasi dengan politik. Sehingga, dari sisi netralitas dan objektifitas itu lebih terjamin.
”Jadi gurupun mengarahkannya bukan langsung ke calonnya, artinya diberi penjelasan tentang tata pemerintahan kepada para siswa. Selanjutnya, memberikan pemahaman agar memilih calon yang punya nilai-nilai integritas yang baik dan menjunjung NKRI serta pancasila,” ujar Hadadi seperti diberitakan di laman resmi Disdik Jabar.
Pendidikan memilih dalam lembaga pendidikan menjadi awal yang baik untuk membentuk sikap dan perilaku pemilih. Hal tersebut, dapat menjadi nilai yang ditanamkan untuk membentuk karakter siswa kedepannya. Pada lembaga pendidikan, pendidikan pemilih dapat dimasukan pada kegiatan yang relevan seperti pemilihan ketua kelas, ketua OSIS, atau dalam upacara bendera.
”Para pemilih pemula perlu disosialisasikan mengenai pemilu, agar ikut berpartisipasi dalam memberikan hak suara untuk calon legislatif dan memilih presiden. Tentu dengan memberikan gambaran secara objektif, sosialisasi bukan kampanye. Sehingga sifatnya lebih membuka wawasan pada siswa,” ujar Hadadi. (*)