NGAMPRAH– Penerapan upah minimum sektoral kabupaten (UMSK) di Bandung Barat tak kunjung terealisasi sampai saat ini. Salah satu penyebabnya, Apindo tak kunjung membentuk asosiasi pengusaha sektoral sebagai salah satu syarat pemberlakuan UMSK. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bandung Barat mempertanyakan lambatnya pembentukan asosiasi pengusaha tersebut, padahal surat bupati sudah dilayangkan sejak Februari 2017 lalu.
Kadisnakertrans Bandung Barat, Iing Solihin menjelaskan, pembentukan asosiasi pengusaha sektoral sebetulnya sudah diinstruksikan cukup lama. Namun, tak pernah digubris oleh jajaran Apindo. “Pembentukan asosiasi tersebut adalah instruksi bupati. Namun sampai sekarang, belum ada respons dari Apindo, sehingga pemerintah yang selalu disalahkan,” sesal Iing, Rabu (26/9).
Iing menambahkan, Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna juga kembali mempertanyakan tindaklanjut instruksi tersebut. Hal ini dilakukan dengan membuat surat yang ditujukan kepada Apindo KBB. Menurut Iing, pemberlakuan UMSK di Bandung Barat harus memenuhi delapan syarat, di antaranya pembentukan asosiasi pengusaha sektoral dan kajian dari akademisi. Sebelumnya, telah dilakukan kajian dari perguruan tinggi mengenai perlu atau tidaknya UMSK diberlakukan di Bandung Barat. “Hasil kajian akademisi tersebut menyatakan tidak perlu diberlakukan UMSK. Namun, jika ada syarat lain yang bisa dipenuhi, UMSK bisa saja diberlakukan,” tuturnya.
Dia mengungkapkan, pemberlakuan UMSK memang kembali pada kemampuan perusahaan. Dalam hal ini, pemerintah daerah hanya menjembatani antara keinginan buruh dan kebijakan dari pengusaha. “Pada intinya, jangan sampai terjadi masalah hubungan industrial yang berkepanjangan. Sebab, hal ini akan berdampak pada bertambahnya angka pengangguran,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Apindo KBB Yohan Octavianus belum memberikan keterangan saat dikonfirmasi soal itu.
Sebelumnya, Sekretaris Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia KBB, Dede Rahmat mengungkapkan, tuntutan buruh terhadap penerapan UMSK sebenarnya sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Namun, pembahasan tak kunjung usai akibat tidak ditemukan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha. “Padahal, UMSK ini sangat memungkinkan untuk diterapkan di KBB. Sebab, ada beberapa sektor yang bisa jadi unggulan,” katanya.
Dede mengungkapkan, para buruh kecewa dengan sikap pemerintah yang tak juga menetapkan UMSK. Sebab daerah tetangga saja, seperti Kabupaten Purwakarta sudah menerapkan UMSK sejak lama. “Sejumlah daerah tetangga lainnya sudah menerapkan soal UMSK ini. Tapi, daerah kita tak kunjung direalisasikan,” tandasnya. (drx)