Demokrat-Gerindra Koalisi, PKS?

Pengamat politik Ujang Komarudin mengatakan pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat dan Partai Gerindra akan membawa arah angin yang berbeda ia mengatakan partai Gerindra akan lebih memanfaatkan berkoalisi dengan Demokrat. Menurutnya nama Prabowo dan AHY bisa melawan pasangan Kubu pemerintah.
”Walaupun harus mengorbankan PKS yang memaksa untuk nama Cawapres dan kita liat nama cawapres pun tidak ada yang mengangkat elektabilitas, dari sembilan nama itu, tidak ada yang mendongkrak jika disandingkan dengan nama Pabowo. Kenapa harus AHY karena dia punya masa depan politik jangka panjang yang bagus,” kata Ujang kepada Fajar Indonesia Network.

Ujang menuturkan kenapa Demokrat menyodorkan nama AHY karena menjadi sebuah nilai investasi yang besar. Sebab menurut Ujang jika menang jelas mengembalikan marwah partai Demokrat dan jika kalah tidak akan rugi. ”Karena dia diprediksi untuk capres di 2024 itulah yang dituju, jadi investasi 2019 untuk 2024 makanya Demokrat berusaha melobi itu dan menyodorkan nama AHY sebagai golden boy-nya Demokrat,”imbuhnya.

Selanjutnya Ujang juga mengatakan kemungkinan PKS untuk bisa lompat pagar karena adanya indikasi perselingkuhan koalisi sangat bisa karena politik itu tidak ada yang tidak mungkin, menurutnya itu terbukti ketika PKS tetap menjalin komunikasi dengan istana.
”Para petinggi Majelis Syuro PKS secara terang-terangan menjelaskan bahwa mereka bertemu dengan kubu sebelah,” ujarnya
”PKS bisa saja pindah koalisi tapi ketika mereka merapat ke istana belakangan, nantinya akan dapet posisi apa, karena bagiannya sudah terbagi oleh 6 kekuatan partai pengusung,” sambungnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review itu juga menyampaikan kalaupun nantinya PKS lompat pagar akan rugi, sebab PKS sudah mengasosiasikan sebagai partai penentang pemerintah yang bisa membesarkan diri tanpa harus mencari Partai-partai kecil untuk berkoalisi. Ia menilai ketika ada dinamika tersebut harus ada yang mengalah untuk melawan koalisi petahana.

“Walaupun setiap partai berjuang untuk memiliki jabatan politik tertinggi dan itu tidak salah, tapi ketika ada partai yang lebih kuat dan lebih bisa menguntungkan kedua belah pihak, kenapa tidak harus bisa legowo,”pungkasnya. (zen/fin/ign)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan