BANDUNG – Jawa Barat menjadi provinsi kedua terbesar dengan jumlah likuidasi bank perkreditan rakyat (BPR) terbesar setelah Sumatera Barat. Banyaknya tindak penipuan (Fraud) berkontribusi pada tingginya tingkat likuidasi BPR di Jabar.
Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan Samsu Adi Nugroho mengatakan, tindak penipuan bisa terjadi di mana saja. Dalam dua tahun terakhir, kata dia, hanya dua BPR yang dilikuidasi dengan aset di atas Rp 100 miliar.”Sisanya kecil-kecil. Tapi terpecah-pecah,” ucapnya.
Per Maret 2018, kata dia, jumlah bank yang tercatat di LPS sebanyak 1.891. Jumlah itu terdiri atas 115 bank umum dan 1.776 lainnya BPR. ”Angka itu belum termasuk cabang. Kalau dengan cabang masing-masing BPR, bisa mencapai dua ribuan lebih,” urainya.
Dia mengatakan, dengan luasnya wilayah di Jabar membuat BPR ini tumbuh subur. Bahkan, di Kabupaten Bandung Barat ada satu BPR yang memilliki aset Rp 800 ribu.
”Ruang gerak BPR untuk memberikan pinjaman ini memang sangat lokal. Makanya ada sistem pembayar per hari,” ucapnya.
Dia menungkapkan, faktor lain yang mendorong banyaknya BPR yang dilikuidasi adalah ketidakmampuan BPR dalam mengantisipasi gejolak perbankan.
Bila tidak cepat, kata dia, akan lebih banyak BPR yang akan tutup.
”Itu menjadi hukum alam. Pengelolanya memang perlu bermanuver agar bisa selamat. Salah satunya dengan merger dengan bank lain,” ungkapnya.
Disinggung soal fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar, Adi menilai, nasabah bank atau peminjam tidak harus khawatir.
Sebab, rata-rata peminjam di BPR adalah pengusaha padat karya. ”Meski begitu, beberapa memang ada pengusaha cukup besar. Di antaranya yang bergerak di bidang ekspor-impor tekstil, bisa terpengaruh besar,” ungkapnya.
Terakhir namun tidak kalah penting, kata dia, masyarakat tidak boleh panic dengan kondisi perbankan saat ini. Sebab, dengan kepanikan tersebut akan berpengaruh buruk pada situasi nasional. (rie)