”Kang Tatang, beliau merasa kurang beribadah sosial bila tidak mendirikan SLB yang sekarang ini beliau bina dan biayai dengan penghasilannya sebagai tukang pijat di sekitar Terminal Ledeng,” urainya.
Dikatakan Yoyok, kisah Tatang yang memiliki keterbatasan tapi mampu berbagi terhadap sesama seharusnya menjadi bahan perenungan bagi masyarakat. Sebab, meski memiliki keterbatasan, Tatang masih memikirkan nasib dan pendidikan anak-anak disabilitas lain di lingkungannya.
”Kisah kang Tatang seharusnya bisa menjadi perenungan diri, bahwa hidup itu berbagi, sama seperti pajak, berbagi untuk sesama,” tandansya. (mg1/rie)