JAKARTA – Pergantian ketua umum Partai Golkar dari Setya Novanto ke Airlangga Hartarto disebut-sebut sebagai kebijakan yang tepat. Keputusan itu mendapat sambutan baik dari publik dan mampu meningkatkan elektabilitas partai.
Merujuk hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny J.A., elektabilitas Golkar kini ada di angka 15,5 persen dan menempatkannya pada posisi kedua setelah PDIP. Angka itu naik 1,7 persen dari survei Desember 2017 yang hanya 13,8 persen.
”Untuk kali pertama, Golkar mampu meraih dukungan di atas perolehan suaranya pada Pemilu 2014 (saat itu 14,75 persen),” kata Rully Akbar, peneliti LSI Denny J.A., di Jakarta baru-baru ini.
Rully menilai, kenaikan tersebut tidak lepas dari lengsernya Setya Novanto yang selama ini menjadi beban partai. Kasus papa minta saham hingga dugaan korupsi e-KTP yang menyeret nama Setnov membuat banyak pemilih Golkar pergi.
Di sisi lain, sosok Airlangga yang menjadi suksesor dinilai memberikan harapan baru. Politikus yang dikesankan bersih dan berintegritas itu pada akhirnya berhasil membalikkan kredibilitas partai yang sempat diterpa isu negatif. Jika Golkar bisa menjaga momentum atau bahkan memperbaiki kinerja dengan menggalakkan program kerakyatan, bukan tidak mungkin bisa menjadi penantang yang serius bagi PDIP. ”Selain itu, Golkar harus berupaya mendapat efek elektoral dari kinerja positif Jokowi,” imbuhnya. Dengan adanya dua kader yang masuk jajaran kabinet, dia menilai hal tersebut sangat bisa dilakukan.
Saat Golkar menikmati kenaikan elektoral, sejumlah partai justru berada di ujung tanduk. Menurut hasil survei LSI Denny J.A., baru enam partai yang diyakini meraih 4 persen dan bisa melenggang ke parlemen (sesuai parliamentary threshold). Yakni, PDIP (22,2 persen), Golkar (15,5 persen), Gerindra (11,4 persen), Demokrat (6,2 persen), PKB (6,0 persen), dan Nasdem (4,2 persen). Sedangkan PKS, PAN, PPP, Hanura, dan sejumlah partai gurem seperti PBB dan PKPI masih di bawah 4 persen.
Rully menambahkan, meski jumlah masyarakat yang belum menentukan pilihan masih di angka 20,7 persen, hal itu perlu mendapat atensi. Di tengah waktu yang tersisa, partai perlu menggenjot program kerjanya. ”Karena posisinya masih ngeri-ngeri sedap,” tuturnya.