JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah melayangkan surat permintaan kepada Google untuk mencabut 73 aplikasi yang berkaitan dengan LGBT pekan lalu. Menkominfo Rudiantara menuturkan, sampai saat ini, Google belum mencabut semua aplikasi yang telah diajukannya itu.
Rudiantara mengatakan, sebagai perusahaan asal Amerika Serikat, Google selalu berkilah bahwa mereka harus melakukan SOP yang berlaku di sana baru baru berkilah bahwa harus dibawa ke pengadian di AS terlebih dahulu baru bisa di-take down. ”Tapi saya tetap minta mereka untuk segera take down. Mereka kan berbisnis di Indonesia. Harus ikuti aturan di sini dong,” tutur Rudiantara saat ditemui di gedung DPR RI kemarin (22/1).
Saah satu aplikasi LGBT yang diajukan Kemekominfo untuk diblokir adalah Blued. Aplikasi buatan Tiongkok itu menawarkan fasilitan chatting serta interaksi dalam bentuk teks, foto, dan video untuk sesama penggunanya. Khusus untuk Blued, kata Rudiantara, pihaknya sudah melakukan pemblokiran sejak dua tahun lalu. Pada September 2016, Kemenkominfo telah memblokir DNS Blued agar situsnya tidak bisa diakses.
Namun, kata Rudiantara, mereka terus berganti DNS agar bisa kembali diakses. Perwakilan mereka malah pernah mendatangi Kemenkominfo untuk mengajukan keberatan atas pembloiran DNS mereka. Mereka membawa surat atas nama seorang direktur di Kemenkes yang menyatakan bahwa aplikasi mereka merupakan bentuk edukasi dan literasi agar masyarakat mengenal LGBT dan terhindar dari gaya hidup LGBT. Bukan promosi.
”Mereka bawa suratnya. Saya langsung konfirmasi ke menkes. Dan ternyata tidak ada yang seperti itu. menkes bilang juga tidak bisa,” tutur Rudiantara.
Setelah upaya Blued untuk meminta normalisasi gagal, mereka kembali mengubah DNS. Pada Oktober 2017, Kemenkominfo kembali memblokir DNS Blued. Kali ini ada lima DNS yang diblokir. Kemenkominfo juga telah melakukan pemblokiran terhadap 169 situs LGBT. Semuanya terbukti bermuatan asusila dan promosi.
”Tidak boleh kalau ada unsur promosi yang mengajak orang untuk mengikuti gaya hidup seperti itu. Dari sisi kesehatan dan agama, itu sangat bertentangan. Sedangkan untuk yang bermuatan asusila, itu sudah jelas melanggar,” papar Rudiantara.