BANDUNG – Anggota Komisi C DPRD Kota Bandung Folmer Siswanto M. Silalahi mempertayakan maksud pembangunan penanda kota tua yang dibangun pemerintah kota Bandung.
Bahkan rencananya pemerintah kota Bandung akan membangun tugu tersebut di tiga belas titik. Saat ini, yang sudah berdiri di Tiga titik, di Jalan Supratman, Jalan cihampelas, dan Tegalega dan dua Gapura di Jalan LRE Martadinata (Riau) dan Ir H Juanda (Dago). Folmer meyebutkan dalam peraturan daerah (Perda) tidak mengenal kawasan kota tua, tapi kawasan cagar budaya yang usianya sudah di atas 50 tahun.
”Dimana kawasan, dan bagunan yang sudah lebih dari 50 tahun dan memiliki nilai sejarah,” kata Folmer saat dikonfirmasi Jabar Ekspres via sambungan telepon kemarin (7/1).
Dia meyebutkan dalam Perda yang ada saat ini, untuk penanda kota tua adalah tugu bukan gapura. Selain itu harus ada sertifikasi, tinggi bagunan dan lainnya itu ada dalam Perda yang saat ini sedang di revisi. ”Kita sebagai DPRD, untuk mengawasi pembangunan, acuan kita yang sudah ada dalam aturan,” jelasnya.
Pada dasarnya DPRD kota Bandung tidak melarang maupun membolehkan pembanguan penanda kota tua dengan sebuah gapura, namun pemerintah kota Bandung harus bisa memiliki argumen yang kuat terkait hal tersebut. ”Peraturannya sudah ada, dari bentuk dan ukuran kenapa jadinya gapura? maksudnya gapura itu apa? Kalau sebagai penanda kota tua. Kan harus sesuai Perwali, tapi kalau bukan penanda hanya sebagai penunjuk kawasan yang khusus ya nggak jadi masalah,” jelas Former.
Selain itu dia pun menyayangkan pembangunan gapura yang dilakukan pemerintah kota Bandung. Sebab menurut pantauannya, pembangunan gapura tersebut memakan trotoar jalan yang seharusnya untuk pejalan kaki. ”Kan trotoar itu untuk pejalan kaki, tidak boleh ada benda yang menghalangi, kecuali di peruntukkan untuk pejalan seperti kursi, pot bunga itu nggak masalah,” sambungnya. (pan/ign)