Haru dalam Misa Rasa Indonesia di Kapel Jerusalem

Setelah semuanya mendapatkan bingkisan, dua pria itu turun dari bus. ”Todaraba,” seru kami setelah mendapatkan bocoran dari pemandu wisata lokal, Erez, tentang bahasa Israel untuk kata ”terima kasih”.

Saat kali pertama rombongan turis dari Jakarta tiba di Israel, Erez-lah yang menyambut. Dia menemani sampai perempatan terakhir menjelang pos perbatasan Jerusalem-Bethlehem.

Sebelum pemeriksaan di perbatasan, dia turun. Bapak tiga anak itu tidak ikut masuk Bethlehem. Ternyata, pemandu wisata asal Jerusalem tak boleh masuk Bethlehem, apalagi waktu petang. Juga, sebagai Yahudi yang taat, dia pun tak mau melanggar konsensus tersebut.

Malam itu, sepulang kami dari Jerusalem, Bethlehem masih diguyur hujan deras. Angin juga masih bertiup lumayan kencang.

Jadilah keramaian selepas misa di Gereja Nativitas yang biasanya meluber sampai pusat Kota Bethlehem tak terlihat. Tapi, senandung pujian dari panggung yang sengaja dibangun di halaman kompleks Gereja Nativitas menggema ke seluruh kota. Sampai dini hari, Christmas Carol berkumandang, diselingi bunyi air hujan. (*/c11/ttg/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan