Potensi Konflik Pilkada, Terdistribusi Merata

BANDUNG – Konflik di setiap penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berpotensi terjadi. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat berharap agar hal itu tidak terjadi. Hal tersebut dikemukakan Komisioner Divisi SDM dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Jabar, Nina Yuningsih di hadapan peserta Lokakarya Bidang Hukum Polda Jabar terkait pengamanan Pilkada tahun 2018 di Aula Herman, Polda Jabar (19/12).

”Insya Allah KPU optimis di Jawa Barat berlangsung lancar dan tanpa konflik. Ini butuh sinergitas dengan kepolisian,” kata Nina.

Optimisme Nina cukup berdasar, lantaran di Jawa Barat, belum ada penyelenggaraan Pilkada yang berakhir anarkis. Hal itu berbeda dengan daerah lain, Pilkada berakhir dengan pembakaran kantor KPU bahkan diwarnai penyanderaan anggota komisioner. “Sekali lagi kita tak menginginkan  kasus seperti itu terjadi di Jawa Barat,” tegasnya.

Ia kemudian menjelaskan, soal perbedaan penyebaran konflik dari pilkada ke pilkada bahkan Pemilu. Pada orde lama dan orde baru, yang memilih pemimpin saat itu adalah ditunjuk dari pusat atau dipilih anggota DPRD, sehingga konfiknya hanya terjadi di jajaran anggota dewan. “Saat ini dipilih langsung oleh rakyat sehingga konfliknya di tingkat masyarakat dan terdistribusi secara merata,” tambahnya.

Dengan optimisme tersebut, KPU Jabar tengah mengidentifikasi potensi yang kemungkinan bisa memicu terjadinya konflik. Nina menyebutkan beberapa poin, di antaranya soal DPT, yang tertinggi di Indonesia. “DPT kita lebih banyak dari pemilih Amerika. Apalagi dengan negara-negara tetangga kita. Itu jumlahnya berkali-kali lipat,” ungkap Nina

Selanjutnya tentang keragaman etnik, suku dan aliran agama yang sangat mudah ditunggangi untuk membuka peluang terjadinya konflik. Poin lainnya yang ada tapi kadang tak terlihat soal birokrat yang tidak netral dengan mencoba mempengaruhi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Hal lainnya yang bisa saja menimbulkan konflik adalah profesionalisme KPU sebagai penyelenggara yang harus betul-betul netral dan berintegritas. Ada juga soal peredaran kabar bohong, atau hoax. “Ini adalah poin yang harus betul-betul kita perhatikan karena bisa memicu ujaran kebencian dan fitnah,” kata mantan Komisioner KPU Sumedang tersebut.

Tinggalkan Balasan