jabarekspres.com, CIMAHI – Di Kota Cimahi saat ini terdapat 6 ribu pasangan yang melakukan perceraian. Jumlah ini ternyata lebih tinggi bila dibandingkan angka pernikahan yang mencapai 5 ribu pasangan.
Kepala Kemenag Kota Cimahi, Cece Hidayat mengatakan, setiap tahunnya di Kota Cimahi ada sekitar 4 ribu sampai 5 ribu pasangan yang menikah dengan rata-rata usia 20-24 tahun. Namun, ironisnya angka perceraian justru lebih tinggi daripada angka pernikahan.
Dirinya memaparkan, secara detail bila diasumsikan ada sekitar 400 pasangan yang menikah, tetapi ada juga 500 kasus perceraian setiap tahunnya,” jelas Cece ketika di hubungi kemarin (11/12).
Menurut Cece Hidayat, kasus perceraian yang terjadi disebabkan oleh banyak hal, seperti faktor ekonomi, terjadinya perselingkunhan akibat dari Media Sosial, hingga kesiapan mental yang ternyata sangat minim.
“Mungkin yang tertinggi itu karena faktor ekonomi yang jadi penyebabnya. Disusul dengan hubungan yang tidak harmonis karena perasaan bosan, baru faktor media sosial,” ujarnya.
Cece menuturkan, kebanyakan pasangan yang memilih untuk bercerai merupakan pasangan yang menikah muda, dengan usia pernikahan hanya di bawah 10 tahun.
“Memang tidak salah menikah antara usia 20-24 tahun, tapi yang perlu diperhatikan itu persiapannya. Bukan hanya materi tapi juga persiapan psikisnya yang harus diperhatikan,” tuturnya.
Cece menyebutkan, kondisi perceraian dengan jumlah sebanyak tersebut bisa dikaatagorikan sudah tidak normal dan perlu penanganan serius semua pihak.
“Tapi ini anehnya, yang bercerai juga ternyata lebih banyak dari yang menikah, ini yang harus jadi perhatian mulai dari Depag, Pemerintah daerah dan masyarakat,”kata Cece.
Untuk meminimalisir ini, Depag akan memperhatikan dengan serius pola pembinaan pra nikah kepada pasangan yang mau menikah melalui Kantor Urusan agama. Sehingga, dalam menjalin rumah tangga mendapat pembekalan yang bermanfaat.
Cece menuturkan, kasus perceraian bisa berdampak negatif, salah satunya adalah pada kondisi phisikis pasangan. Bahkan, bila sudah terlanjur memiliki anak tentunya akan menjadi korban perceraian kedua orang tuannya.
“Yang sangat terasa, akan banyak janda-janda dan anak-anak yang butuh sumbangan material, kalau mereka akhirnya tidak bekerja atau menikah lagi,” bebernya.