Perlu diketahui, revisi kedua Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2017 tentang Pelaksanaan Program Pengampunan Pajak telah terbit dengan ditetapkannya PMK Nomor 165/PMK.03/2017. Selain mengatur mengenai tidak diperlukannya Surat Keterangan Bebas dan cukup menggunakan Surat Keterangan Pengampunan Pajak untuk memperoleh fasilitas pembebasan PPh atas balik nama asset tanah dan/atau bangunan yang diungkapkan dalam program Amnesti Pajak sebagaimana diumumkan sebelumnya, PMK-165 ini juga mengatur mengenai prosedur perpajakan bagi Wajib Pajak yang melaporkan aset tersembunyi sebelum aset tersebut ditemukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Prosedur yang selanjutnya disebut Pengungkapan Aset secara Sukarela dengan Tarif Final (PAS-Final) ini memberi kesempatan bagi seluruh Wajib Pajak yang memiliki harta yang masih belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2015 maupun SPH untuk mengungkapkan sendiri asset tersebut dengan membayar pajak penghasilan dengan tarif, pertama jika orang pribadi umum tariff 30 persen, Badan Umum 25 persen, dan Orang Pribadi/Badan Tertentu (penghasilan usaha atau pekerjaan bebas ≤ Rp4,8 miliar dan/atau karyawan dengan penghasilan ≤ Rp632 juta) sebesar 12.5 persen
Mengingat pengungkapan dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak sebelum aset tersebut ditemukan oleh Ditjen Pajak, maka ketentuan sanksi dalam Pasal 18 UU Pengampunan Pajak tidak berlaku bagi Wajib Pajak yang memanfaatkan prosedur PAS-Final. Asset yang dapat diungkapkan adalah asset yang diperoleh Wajib Pajak sampai dengan 31 Desember 2015 dan masih dimiliki pada saat tersebut.
Prosedur PAS-Final dapat dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Final, dilampiri dengan Surat Setoran Pajak dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 422, ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Prosedur PAS-Final ini hanya dapat dimanfaatkan selama Ditjen Pajak belum menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) Pajak sehubungan dengan ditemukannya data aset yang belum diungkapkan.
Ditjen Pajak terus melakukan proses data-matching antara data yang dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT dan SPH dibandingkan dengan data pihak ketiga yang diterima Ditjen Pajak. Ditjen Pajak menghimpun ratusan jenis data dari 67 instansi baik pemerintah maupun swasta yang sesuai Undang-Undang wajib memberikan data secara teratur kepada Ditjen Pajak.