jabarekspres.com, BANDUNG – Pemprov Jabar mengklaim mendukung langkah Menteri Perhubungan untuk segera merevisi pasal 14 dalam Permenhub nomor 26 tahun 2017 yang menjadi dasar putusan MA nomor 37 P/Hum/2017.
Pengamat Hukum Prof I Gede Panca Astawa mengatakan, selain hal di atas, selama diberlakukannya revisi terhadap Permenhub nomor 26 tahun 2017, maka harus ada unit untuk mengisi kekosongan peraturan perundang-undang (wet vacuum).
”Ini berkaitan dengan angkutan sewa khusus yang berbasis aplikasi online.
Pemprov Jabar pun mendesak menteri Perhubungan segera mengeluarkan surat edaran yang tetap mengacu pada undang-undang nomor 20/2008, undang-undang nomor 22/2009 dan peraturan pemerintah nomor 74/2014,” papar Gede dalam rilisnya kemarin.
Poin ketiga, kata dia, pemprov Jabar tidak memiliki kewangan, baik secara atributif mau delegatif untuk melarang penyelenggaraan atau pun pengoperasian angkutan sewa di Jawa Barat.
Di poin keempat, kata dia, sambil menunggu diberlakukannya revisi Permenhub nomor 26 tahun 2017, maka Pemprov Jabar akan mendorong dan memfasilitasi terbangunnya kesepakatan antara angkutan konvensional dan operator online berbasis aplikasi.
Di poin kelima, Pemprov Jabar juga meng-appeal semua pihak atau pemangku kepentingan untuk menjaga kondusivitas, keamanan dan ketertiban wilayah di Jawa Barat.
Sementara itu, Dr Ir Idwan Santoso, MSc., DIC, Akademisi atau Pengamat Transportasi menilai, sangat disadari bahwa PM No 26 tahun 2017 disusun secara terburu-buru dan tidak dilakukan secara cermat sehingga hasilnya tidak sempurna. ”Hal ini dapat dilihat dengan adanya keputusan Mahkamah Agung untuk merevisi 14 pasal pada saat dilakukan proses Judicial Review,” kata dia.
Menurut dia, dalam menghadapi kekosongan hukum yang diakibatkan oleh adanya Keputusan Judicial Review dari Mahkamah Agung tersebut, maka langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pemprov Jabar dalam beberapa hari belakangan ini patut mendapat apreasiasi yang tinggi. Sebab, dengan adanya langkah-langkah tersebut, maka potensi kekacauan yang mungkin terjadi di masyarakat dapat dicegah.
”Tentunya dengan asumsi bahwa Pemerintah Pusat segera menyelesaikan masalah kekosongan hukum ini secepatnya, agar masyarakat luas maupun pihak-pihak yang terlanjur berperan dalam industri transportasi ini tidak dirugikan,” tuturnya.