Didi menuturkan, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk mengawal angkutan-angkutan bantuan itu. Pengawalan dilakukan di dalam bis maupun di jalan yang dilalui oleh angkutan bantuan. Sebab, unjuk rasa ini akan melibatkan kurang lebih 15.000 massa dan 7750 unit angkutan umum se-Jawa Barat, terdiri dari angkot, taksi, dan elf. ”Kita ingin semuanya aman. Demo boleh karena itu bagian dari proses demokrasi. Tapi situasi harus tetap kondusif,” pungkasnya.
Sementara itu, untuk mengantisipasi aksi tidak beroperasinya angkutan kota di Bandung, Wakil Wali Kota Bandung Oded M. Danial menggelar rapat koordinasi. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, termasuk BUMD dan kepolisian.
Sebagaimana diberitakan, kelompok masyarakat yang menamai dirinya Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi (WAAT) berencana akan menggelar aksi unjuk rasa di halaman Gedung Sate pada tanggal 10-13 Oktober 2017. Mereka adalah para pengemudi angkutan umum, terdiri dari angkutan kota, bus kecil, dan elf se-Jawa Barat yang menuntut pembekuan angkutan umum daring kepada pemerintah pusat.
Unjuk rasa tersebut akan mengakibatkan tidak beroperasinya angkutan kota selama tiga hari. Untuk itu, pemerintah kota memandang perlu untuk melakukan tindakan antisipasi agar aktivitas warga tidak terganggu.
”Yang harus diperhatikan adalah bahwa mereka yang berunjuk rasa sebagian adalah warga kita (Kota Bandung). Para pengguna transportasi yang terkena dampak juga warga kita. Jadi kita harus pikirkan keduanya,” ungkap Oded dalam arahannya. (pan/ign)