jabarekspres.com, JAKARTA – Empat kali gugatan terhadap presidential threshold alias ambang batas perolehan suara untuk pencalonan presiden kandas di Mahkamah Konstitusi. Hal itu tidak membuat Yusril Ihza Mahendra menyerah. Dia tetap mencari celah agar aturan tersebut dihapus.
Komitmen itu diungkapkan Yusril dalam sidang perdana gugatan yang dilayangkan Partai Bulan Bintang (PBB) bersama sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), baru-baru ini. Dalam pemaparannya, Yusril menjadikan alasan putusan MK sebelumnya sebagai batu loncatan.
Sebagaimana diketahui, MK empat kali menolak gugatan karena menilai PT sebagai open legal policy atau kebebasan pembuat kebijakan selama tidak menabrak asas rasionalitas, moralitas, dan keadilan. ”MK mengatakan, kalau bertentangan dengan tiga hal pertama, itu gak bisa ditolerir,” ujarnya memulai dalilnya.
Nah, Yusril menilai, ketentuan presidential threshold yang diatur dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan tiga asas tersebut. Terkait dengan rasionalitas, misalnya, dia menilai penggunaan hasil Pemilu 2014 tidak logis jika digunakan pada 2019.
”Bukankah UUD katakan pemilu diadakan sekali dalam lima tahun. Maksudnya ada kata-kata lima tahun itu sudah terjadi perubahan politik,” tuturnya.
Dalam asas moralitas, dia juga menilai hal yang serupa. Ketua umum PBB itu menilai pembuat UU terlihat politis dalam memaksakan ketentuan threshold yang menguntungkan kelompoknya. Menurut dia, cara-cara tersebut menunjukkan tindakan yang tidak bermoral.
Menanggapi hal tersebut, hakim MK I Dewa Gede Palguna menyatakan, pihaknya akan mempertimbangkan semua dalil yang diajukan pemohon. Hal itu nanti digunakan sebagai bahan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). ”Tidak bisa dibuka di sini,” ujarnya. (far/c5/fat/rie)