Jamil mengungkapkan, perempuan-perempuan yang bersedia dinikahi secara kontrak itu sejatinya banyak yang bukan dari warga setempat. Tetapi datang dari Sukabumi, Cianjur, Subang, sampai Bandung. Mereka kemudian memalsukan identitas seolah-olah menjadi warga Puncak Bogor.
Manipulasi juga dilakukan untuk susunan keluarga. Di antara perempuan itu ada yang membuat dokumen seolah-olah si-A itu adalah ayah atau keluarga dari ayahnya. Tapi setelah ditelusuri ternyata si-A itu adalah orang lain yang sama sekali tidak memiliki ikatan keluarga.
Saat melakukan penelitian, Jamil mengatakan tidak ada angka pasti praktik nikah siri atau kawin kontrak di Puncak, Bogor. Sebab pernikahan gelap seperti ini, tidak mungkin di laporkan ke petugas resmi KUA maupun perangkat desa. Pernikahan pun berlangsung kilat di dalam villa. Terkait penegakan hukum, dia mengakui polisi sudah beberapa kali menindak jika benar-benar ada indikasi prostitusi atau perdagangan perempuan. (wan/rie)