jabarekspres.com, BANDUNG – Selama pelaksanaan PPDB Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat telah menerima 120 aduan masyarakat terkait permasalahan Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA/SMK tahun ajaran 2018/2018.
Ketua Ombudsman Jawa Barat Haneda Sri Lastoto mengatakan jumlah aduan yang masuk, 35 persen atau 37 kasus adalah Pungutan liar (Pungli) di sejumlah daerah di Jabar.
Menurutnya, dari hasil pantauan selama pelaksanaan PPDB sejumlah permasalahan terjadi diantaranya diakibatkan oleh kesalahan sistemik dan administratif yang mendasar yang dilakukan penyelenggara.
Bahkan, ada pelanggaran dengan modus operandi yang terus berulang setiap tahunnya yang dilakukan oknum masyarakat dan oknum sekolah.
“Ini harus 2018 sudah melakukan komitmen bersama harus ada perbaikan pelayanan publik dalam pendidikan, ” jelas Haneda ketika ditemui kemarin (8/8).
Menurutnya, kasus yang kembali ditemukan oleh Ombudsman Jabar adalah calo jual beli kursi sekolah, pengurangan kuota siswa RMP, hingga pelaksanaan PPDB Jalur MoU yang menyalahi aturan.
Menurutnya, salah satu yang paling penting adalah bagaimana petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia relatif lebih lambat, sehingga hal tersebut berdampak pada aturan dari Pemerintah Daerah yang dalam hal ini Dinas Pendidikan Jawa Barat menjadi tidak matang dan terkesan dipaksakan.
“Seperti terbitnya regulasi dari Permendiknas itu telat ketimbang regulasi ditingkat lokal, sehingga acuan diatasnya kabur,”jelas dia
Selain itu, sosialisasi ppdb selalu menimbulkan kebingungan untuk masyarakat.Bahkan, harus dilakukan dari awal. Termasuk, dalam pelaksanaannya.
Haneda menuturkan, permasalahan lainnya adalah masih terjadinya praktik jual beli kursi.Terutama, di sekolah-sekolah negeri favorit.
“ini banyak ditemukan di Purwakarta, Kota Bandung, dan Kabupaten Subang,”jelas dia
Calo jual beli kursi sekolah ini diketahui dilakukan oleh sejumlah oknum ormas, LSM dan pihak sekolah yang memanfaatkan keinginan orang tua yang hendak menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit demi mendapatkan keuntungan ekonomi.
“Kami harus menyebutnya dengan calo, kita punya video, bagaimana negosiasi, berapa uangnya, kemudian dengan siapa, itu terekam semua,”kata dia.
Dirinya menyebutkan. untuk angka yang tertinggi 35 juta. Di Purwakarta jual beli kuota akademik oleh oknum ormas nilainya sampai Rp 10 juta perorang. Bahkan, Di Subang jual beli kuota akademik oleh oknum nilainya mencapai Rp 5 juta sampai Rp 15 juta.