Ekonomi Menunggu Obat Ayam Stres

Jumat sebelumnya saya makan pagi dengan sejumlah banker. Secara kebetulan. Di STIE Perbanas Surabaya. Setelah saya memimpin senam masal ”Dahlan Style” di situ. Mereka membenarkan adanya fenomena ayam stres tersebut. Bahkan, kata salah seorang banker itu, pembayaran lewat cheque menurun tajam. Ada ketakutan melakukan transaksi nontunai.

Kalau sampai ayam petelur kita terus stres, bagaimana kita bisa mengharapkan telur emasnya? Berupa proyek-proyek baru? Lapangan kerja baru? Bahkan pajak-pajaknya? Bisakah kita berharap kenaikan pendapatan pajak kalau ayamnya tidak bisa bertelur?

Dr Denni mendengarkan dengan baik. Lalu, ganti saya yang menjadi pendengar. Tentu tidak semuanya bisa saya share di sini. Analisisnya tajam. Kritis. Dan cerdas. Antara otak dan bibirnya seperti ada bluetooth kapasitas besar. Kecepatan berpikirnya dan kecepatan bicaranya seperti kecepatan kilat dan petir.

Dr Denni memang mengkhawatirkan kalau sampai terjadi pemusatan sumber ekonomi pada negara. Dengan uraian yang gamblang dasar teorinya. Dengan bahaya-bahaya dampaknya. Dalam pembicaraan sekitar dua jam itu, saya merasa seperti mengikuti kuliah ekonomi dua semester.

Tanpa ada mercon-mercon baru pun, ayam-ayam stres tersebut perlu waktu lama untuk menenangkan diri. Sebelum kembali mampu bertelur. Apalagi kalau mercon-mercon baru ternyata masih akan terus meledak. Jangan-jangan bukan hanya mercon. Bahkan jangan-jangan granat. Mengingat tahun depan sepertinya ekonomi masih akan jadi anak tiri.

Apa boleh buat. Sementara ayam-ayamnya masih stres, berapa pun uangnya, dana negara harus kita tunggu. Apalagi kalau dana haji yang Rp 90 triliun itu jadi dipakai negara. Untuk mempercepat infrastruktur.

Rasanya akan lumayan. Lumayan?

Entahlah. Kalau dana itu jadi dipakai untuk membiayai infrastruktur, yang bisa bernasib lumayan adalah BUMN. Artinya kembali ke sektor negara lagi. Swasta boleh tetap gigit jari.

Untungnya, Anda tidak akan gigit jari sendirian. Dana haji tersebut selama ini disimpan di bank. Berarti telah memperkuat permodalan bank. Kalau sampai dana haji Rp 90 triliun itu ditarik dari bank, berarti kemampuan bank menyalurkan kredit juga menurun.

Kita rupanya lagi memerlukan obat penenang. Yang diciptakan khusus untuk menenangkan ayam stres. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan