”Perlu ada transformasi dari kami pengelola sekolah yang baru. Saya optimistis, tahun depan akan lebih banyak pendaftar ke sekolah kami,” terangnya.
Secara teknis, dengan hanya sedikitnya jumlah siswa, maka ruang bangunan yang digunakan hanya sebanyak tiga ruang kelas. Sisanya, bangunan sudah rapuh dengan kerusakan skala ringan.
Meski kondisi apa adanya, dia tetap berusaha memberikan ilmu sebanyak mungkin kepada siswanya. Untuk menunjang kebutuhan, disediakan beberapa ruangan yang berfungsi sebagai laboratorium komputer dan laboratorium IPA.
Berbicara lebih jauh mengenai alasan sekolah itu tetap difungsikan, Abdul Haq selaku Staf Sarana dan Prasarana Yayasan Pambudi Luhur, menyatakan SMP IT Budi Luhur berusaha mengakomodir kebutuhan anak-anak yang termarjinalkan untuk bisa mengenyam pendidikan, sesuai dengan amanat para pendiri yayasan.
”Kami juga ingin memperbanyak anak-anak yatim dan yang kurang mampu untuk bersekolah di sini, dan semua biayanya digratiskan. Jadi nanti sistemnya itu subsidi silang, yang mampu membantu yang tidak mampu,” tutur Abdul.
Sementara itu, Kepala SMAN 1 Soreang Nunung Sumirat mengatakan, selama pelaksanaan PPDB di SMAN Soreang menerima pendaftaran sekitar 1595 untuk jalur Akademik yang diterima sesuai kuota 260 siswa, dan 187 pendaftar di jalur nonakademik. Kuota keseluruhan di SMAN 1 Soreang, 12 rombongan belajar (rombel) terdiri dari 36 siswa per rombel.
”Anak didik baru yang diterima di SMAN Soreang sesuai kouta rombel ada sekitar 432 siswa, mereka semua akan mengikuti proses pembelajaran di sini,” jelas Nunung Sumirat, kemarin.
Sementara itu, kondisi lain terlihat di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, kemarin. Beberapa orang tua calon siswa yang tidak diterima di SMP karena terkena sistem zonasi menggeruduk kapala dinas ingin mendapatkan kejelasan tentang sistem zonasi tersebut.
”Kami Sengaja datang untuk mendapatkan kejelasan dinas tentang sistem zonasi PPDB SMP di Kabupaten Bandung, karena anak saya mempunyai nilai besar tapi tidak diterima karrna ada sistem zonasi,” jelas Lilis Nurmaya, orangtua siswa asal Kecamatan Margahayu di Soreang.