jabarekspres.com, NGAMPRAH– Tahun ini, ada 22 rencana pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang ditargetkan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Dari 22 Pembahasan Raperda tersebut, 11 pembahasan Raperda di antaranya atas usulan inisiatif eksekutif dan 11 lainnya berasal dari inisiatif legislatif. “Ada 22 Raperda yang ditargetkan jadi Perda di tahun ini,” ujar Kasubag Hukum pada Kantor Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Barat, Retno Handayani di Ngamprah belum lama ini.
Menurut Retno, dari 22 rencana pembahasan Raperda, saat ini ada 3 Raperda yang telah masuk dalam pembahasan bersama dewan, yakni pembahasan Raperda tentang Sumur Resapan, Pencegahan dan Penanggulangan HIV/Aids, dan pembahasan Raperda tentang Dana Transportasi Haji. Ketiga pembahasan Raperda itu setelah sebelumnya dirancang oleh masing-masing SKPD.
“Baru tiga yang sedang dibahas, dan kita upayakan yang lainnya juga dapat dibahas dalam waktu dekat. Sehingga semua target Raperda dapat terwujud di tahun ini atau disahkan,” ungkapnya.
Disinggung berapa anggaran yang dikeluarkan untuk menetapkan satu Perda, dikatakan Retno, terkait hal itu kebijakannya ada di masing-masing SKPD. Namun demikian, satu Perda biasanya diperlukan sebuah kajian dan kunjungan kerja (kunker) oleh masing-masing dewan terkait. “Seperti contoh untuk pembahasan Perda HIV Aids, selain kajian oleh SKPD terkait, anggota dewan juga pada waktu itu melakukan kunker ke daerah Indramayu, pola-pola penanganan dan penanggulangan di sana (Indramayu) nanti bisa menjadi masukan juga untuk diterapkan di sini (KBB),” paparnya.
Sementara itu, di tahun anggaran 2016 sebelumnya, dari total 15 pembahasan Raperda, 13 di antaranya telah terealisasi menjadi Perda. Sementara untuk 2 pembahasan sisanya tidak terealisasi dan dilanjutkan di tahun anggaran 2017 ini. “Dua yang tidak terealisasi itu, Raperda tentang Perpus dan Kearsipan,” katanya.
Retno mengaku, dalam mencapai target penetapan sebuah Perda terkadang terkendala oleh adanya perubahan kebijakan yang diatur lewat peraturan di atasnya yang begitu cepat, seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Hal itulah yang seringkali menjadi kendala saat akan merealisasikan penetapan sebuah Perda. “Terkadang pada saat sedang mengkaji pembahasan sebuah Raperda, tiba-tiba Permendagri yang baru muncul, kalau regulasi di atas berubah ya otomatis penetapan Perda pun tidak bisa terealisasi karena ditakutkan bertolak belakang atau kebijakan Perdanya jadi harus mengacu ke Peraturan yang baru di atasnya juga,” terangnya.