Jejak-jejak Indonesia yang Tetap Terawat di Madagaskar dan Afrika Selatan

Kelompok awal tersebut diyakini terdiri atas sekitar 30 perempuan. ”Tapi, kami juga menduga ada beberapa pria Indonesia yang ikut dalam kelompok awal itu. Hanya, kami belum bisa pastikan berapa jumlahnya,” kata Murray Cox, peneliti dari Massey University’s Institute of Molecular BioSciences, Selandia Baru, kepada Discovery News.

Cox bersama para kolega meneliti sampel gen dari 2.745 individu dari 12 pulau di Indonesia. Mereka lalu mengomparasikan hasilnya dengan 266 individu dari tiga subetnis Malagasi. Yakni Mikea yang dikenal sebagai kelompok pemburu, Vezo yang nelayan dan seminomadic, serta subetnis paling dominan Andriana Merina.

Dari sanalah disimpulkan bahwa nenek moyang Malagasi adalah 30 perempuan Indonesia itu. Karena ditemukan pula kontribusi biologis minor dari Afrika, terang Cox, bisa jadi para perempuan tersebut berpasangan dengan pria Indonesia atau pria Afrika Timur. ”Banyak orang Malagasi yang memiliki tipe genetis sama dengan orang Indonesia,” kata Cox.

 

Hubungan kedua wilayah yang terpisah jarak 5 ribu mil laut itu kian intensif di era Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-8 dan ke-9. Sriwijaya merupakan penguasa jalur lalu lintas di Samudra Hindia.

Jejak pelayaran orang-orang Indonesia ke Afrika tersebut pernah dinapaktilasi pada 2003 melalui ekspedisi Kapal Borobudur. Kapal yang dibangun berdasar panel-panel di Candi Borobudur itu singgah di Madagaskar dengan tujuan akhir Ghana.

Relasi berabad-abad yang terawat sampai kini itulah yang membuat Rakotonirina selalu bersemangat ”mudik” ke Indonesia. Berkali-kali pria berpangkat mayor jenderal tersebut ke negeri ini untuk berbagai keperluan.

Dia pernah menimba ilmu di Seskoad (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat) dan Lemhanas (Lembaga Ketahanan Nasional). Director of studies di Centre d’etude Diplomatique et Strategique itu juga belajar bahasa Indonesia di Puspasa Kementerian Pertahanan di Bandung. ”Banyak sekali contoh budaya Indonesia yang masih bertahan di Madagaskar,” katanya.

Di Macassar, menurut Rhoda, warisan terbesar dalam sejarah setempat juga berasal dari Indonesia. Memang ada juga penyebar Islam di sana yang berasal dari luar Indonesia, misalnya Yaman.

Namun, yang mendominasi dan membuat Islam berkembang dengan begitu pesat di kawasan tersebut adalah imam dari Indonesia. ”Ada dari Jakarta, Sumbawa, dan beberapa daerah lain,” terang pria yang berprofesi sebagai ahli silsilah itu.

Tinggalkan Balasan