jabarekspres.com – Di balik upaya pemerintah untuk memuluskan jalur mudik, ternyata tak sepenuhnya didukung daerah. Sebab, hingga saat ini, masih ada proyek infrastruktur yang tak kunjung beres: Tol Soreang-Pasirkoja.
Lebaran tahun ini terasa berat Provinsi Jawa Barat dan Pemkab Bandung. Bukan hanya karena anggaran pemerintahnya seret, tapi juga banyaknya penolakan warga yang menolak tanahnya dibebaskan. Walhasil, mega proyek tersebut hingga kini terbengkalai.
Padahal, pembangunan tol yang diresmikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono itu menjadi salah satu proyek prestisius. Sebab, selain untuk kepentingan masyarakat, tol tersebut juga awalnya untuk melancarkan akses menuju venue pada pelaksanaan PON XIX/2016. Makanya, peletakan batu pertama (ground breaking) peresmian pembangunan jalan tol, digelar di depan sekitar Stadion Si Jalak Harupat, Kamis (10/9/2015) lalu.
Untuk diketahui, tol sejauh 15 kilometer itu sendiri diperkirakan menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,51 triliun. Konstruksi jalan pun akan dibangun dengan menggunakan struktur atgrade yang terbagu dalam tiga seksi dan memiliki tiga interchange.
Ketiga interchange tersebut berlokasi di Pasirkoja, Margaasih, dan Katapang. Jalan tol ini pun nantinya akan memiliki enam gerbang tol.
Dari pantauan Jabar Ekspres, pengerjaan Jalan Tol Soreang-Pasirkoja masih jauh dari harapan karena terlihat para pekerja masih terlihat melaksanakan pengurugan untuk pemadatan di beberapa titik. Pengecoran pun masih banyak yang menyambung.
Pemerintah Kabupaten Bandung pun mengaku, kecewa dengan kinerja para pelaksana pembangunan Tol Soreang-Pasir Koja (Soroja) yang selalu gagal mewujudkan janjinya.
Bupati Bandung Dadang M. Naser mengulas, awalnya proyek ini dijanjikan tuntas pada Agustus 2016, kemudin meleset setelah PON XIX/2016 dan akhir tahun 2016.
”Lagi-lagi, hal itu meleset dan kini kembali dijanjikan tuntas pada April 2017,” tegas Dadang, baru-baru ini.
Dadang mengaku pesimistis jalan bebas kemacetan itu akan tuntas seperti apa yang sudah dijanjikan. Acuannya, progres di lapangan yang masih belum menggembirakan. Dia menuding, pemborong dan pengembang proyek bekerja tidak profesional.
”Seharusnya kerjanya 24 jam dengan menambah pegawainya. Kalau ada subsistem tolong pembayarannya yang benar,” tegasnya.