Menikmati Anomali dari Dekonstruksi

Namun, belakangan nama genre itu kembali mencuat. Band-band shoegaze tanah air kembali bermunculan. Salah satunya adalah quintet asal Bandung yang menamakan dirinya Heals. Melalui debut albumnya yang bertajuk Spectrum, Heals berhasil membangunkan scene shoegaze dari tidur panjangnya. Album mereka banyak terinspirasi oleh nama-nama lama seperti Swervedriver dan My Bloody Valentine.

’’Awalnya memutuskan membentuk Heals saat kami setuju untuk membawakan musik seperti My Vitrol sih. Lalu, saya mengajak teman-teman membuat sesuatu yang biasa saja, tidak usah idealis,’’ ujar Alyuadi Febryansyah, vokalis sekaligus gitaris Heals.

Meski begitu, Heals sempat mengalami hambatan saat menyelesaikan debut album mereka. ’’Kendala terberat adalah saat proses mixing yang mepet banget dengan jadwal rilis. Sampai terpaksa ngaret dan bikin kami stres,’’ ungkap Alyuadi.

Lewat debutnya pada pengujung 2014, Heals berhasil menuai respons positif di kalangan pemuja reverb, noise, decay, dan delay. ’’Hari ini shoegaze tetap fluktuatif walau kembali revive. Tapi, di sini ada blog yang menyatukan,’’ jelas Alyuadi. (rno/c14/azu)


 

SELALU ada masterpiece dalam sebuah genre musik yang nanti menjadi bagian dari sejarah panjang genre tersebut. Begitu juga shoegaze. Genre yang terlahir dari perkawinan antara alternative rock dan ambience itu bukan sebagai pionir. Namun, kalian bisa mengenalnya lewat tiga masterpiece album satu ini. (rno/c14/dhs)

  • MY BLOODY VALENTINE – LOVELESS (1991)

Album kedua dari band yang terbentuk pada 1983 ini berhasil meredefinisi shoegaze dengan eksplorasi noise megah. Lalu dibalut dengan distorsi samar dan repetitif. Alan Moulder memiliki andil besar dalam menerjemahkan pemikiran absurd dari Kevin Shields, yang kerap membuat para sound engineer mengibarkan bendera putih karena tuntutan setiap karya yang harus selalu terdengar perfeksionis.

Loveless dikabarkan menelan biaya rekaman hingga USD 500 ribu dan sempat dituding sebagai penyebab bangkrutnya Creation Records. Kegeniusan sang gitaris, Kevin Shields, dalam bereksperimen dengan mengombinasikan berbagai racau suara membuat album itu membutuhkan dua tahun untuk rekaman. Perjuangan tersebut seketika lunas saat Loveless dinobatkan sebagai salah satu karya musik terbaik dalam 500 Greatest Album of All Times versi Rolling Stones.seketika lunas saat Loveless dinobatkan sebagai salah satu karya musik terbaik dalam 500 Greatest Album of All Times versi Rolling Stones.

Tinggalkan Balasan