Heri Pemad, Penyelenggara Pameran Seni Rupa ’’Paling Gila’’

’’Antara tim, kurator, dan saya sebagai artistic director biasanya tawar-menawar untuk mengatur ruang,’’ ungkap CEO HPAM tersebut.

’’Berantem’’ dengan seniman itu merupakan hal biasa buat Heri dan tim. ’’Saya malah seneng dengan seniman yang seperti itu. Kan jadinya kami berkomunikasi,’’ tambah Heri yang mengaku masih selalu deg-degan dan nervous selama Artjog berlangsung. Proses tersebut menjadi bagian yang tak terhindarkan dari penyelenggaraan event itu. Apalagi, mendisplai karya punya pengaruh besar terhadap image pameran.

Yang tak kalah gila, setiap penyelenggaraan Artjog, dana yang dibutuhkan bisa sampai Rp 4 miliar–Rp 6,5 miliar. Namun, setiap tahun yang dihadapi Heri dan tim selalu sama. ’’Selama ini, yang saya dapat dari sponsor hanya 30 persen dari anggaran. Tidak pernah lebih dari itu,’’ bebernya.

Bahkan, pada 2015, tak ada sponsor yang mau bekerja sama. Dari kebutuhan dana lebih dari Rp 4 miliar, hanya ada sokongan dana tidak lebih dari Rp 100 juta. ’’Sehingga kami mengalami kerugian. Tapi, itu bukan hal aneh buat saya,’’ tuturnya.

Lalu, bagaimana cara menutupi kekurangan dana tersebut? ’’Ya dari penyelenggara Artjog sendiri. Lha emangnya ada yang mau nombokin?’’ jawabnya enteng.

Menekuni art management sejak 2003, Heri dan tim sudah banyak tercatat sebagai penyelenggara pameran seni rupa. Baik di Jogjakarta maupun luar kota hingga luar negeri. Misalnya, pada 2011, dia tercatat sebagai co-organizer pameran karya perupa-perupa Indonesia berjudul Close The Gap di Melbourne International Fine Art, Australia.

Pada 2012 dan 2013 dia juga terlibat sebagai co-organizer Artstage Singapore di Marina Bay Sands Expo, Singapura. Heri juga menjadi co-organizer proyek seni Terminal 3 Ultimate Bandara Soetta. Artinya, sebagai penyelenggara pameran seni, dia sudah sangat berpengalaman.

Sebetulnya, dari segi konsep, Artjog boleh dibilang sukses. Yakni, mendekatkan seni rupa ke publik tanpa harus menggelar pameran di tempat umum. Artjog juga berhasil mendatangkan massa. Selama sebulan pelaksanaan Artjog, tak hanya di JNM, agenda seni lain juga berlangsung di pelosok-pelosok Jogja. Para seniman membuka studio mereka dan mengadakan pameran. ’’Kami saling mendatangkan pengunjung. Akhirnya saling mengunjungi, menggerakkan perekonomian di Jogja,’’ ucapnya.

Tinggalkan Balasan