Bagi Zaenal, melukis dengan tanah liat cukup menantang karena harus berkejaran dengan waktu. Pelukis harus bergerak cepat dalam menuangkan guratan sebelum tanah liat yang ada di kertas mengering.
Bila kering pun, sebetulnya bisa diakali dengan membasahi titik lukis dengan menggunakan air. Namun, risikonya, tanah liat akan menjadi lebih tipis dan kertas rawan robek bila terlalu banyak air.
Di akhir perbincangan Zaenal menegaskan bakal terus melakukan riset dan eksplorasi dengan karyanya. Bahkan, dia mengaku telah mengumpulkan tanah liat dari 24 kabupaten di Sulawesi Selatan. Untuk mengenal karakter dan membuat karya-karya yang berbeda sesuai dengan karakter tanah tersebut.
”Tidak semuanya bagus. Pernah juga mencoba mengambil tanah dari berbagai daerah di luar Sulawesi Selatan, tapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan,” ungkapnya. Zaenal bercita-cita suatu saat dapat menggabungkan tanah liat dari seluruh provinsi di Indonesia dalam satu kanvas. (*/oki/rie)