Perempuan Malah Cari Nafkah

DS mengaku bahwa dia bukanlah orang yang punya pikiran untuk menikah muda. Namun, karena tekanan sosial, akhirnya dia memutuskan untuk menjadi istri K saat dia dilamar. Dari sana, kehidupan DS mulai terjun bebas.

’’Saya tidak boleh keluar atau ke rumah, sedangkan mantan suami keluyuran dengan perempuan lain. Pernah, dia sempat menganggur empat bulan. Saya harus kerja di pabrik tekstil untuk bayar utangnya,’’ ujarnya.

Di antara semua kesusahan tersebut, DS tetap diperlakukan buruk oleh suami. Kata-kata kasar sering muncul saat cekcok di rumah tangga. Sang suami pun selalu menyalahkan istri atas semua permasalahan yang ada. Sampai akhirnya setelah dua tahun menikah dia tak kuat lagi dan kembali ke rumah orang tua pada Idul Adha tahun lalu.

’’Saat cerai, saya minta motor yang cicilannya saya lunasin aja nggak mau. Katanya, saya nggak bisa cari uang buat suami,’’ ungkapnya.

Setelah membulatkan tekad, DS juga masih saja menjadi bahan olok-olok dari tetangga sekitar. Dia diberi gelar janda kecil di usianya yang ke 20 sampai dia jarang mau keluar rumah. ’’Kebetulan ibu memang lagi sakit kanker rahim. Jadi, saya berhenti kerja dan di rumah saja. Baru-baru ini akhirnya sedikit berani keluar rumah,’’ ujarnya.

DS menjadi kasus nyata bagaimana lingkungan berperan dalam membentuk pengantin-pengantin usia anak. Baik secara sadar maupun tak sadar. Di wilayah Kabupaten Bandung, banyak perempuan yang justru jadi tulang punggung keluarga karena industri tekstil yang lebih banyak mempekerjakan mereka. Alasannya, pekerja perempuan lebih telaten dan tidak gampang mengeluh.

Sedangkan, pria di wilayah tersebut lebih memilih tinggal di wilayah itu dan bekerja serabutan. Mulai proyek bangunan, supir, atau jaga toko. Namun, status suami sebagai raja di keluarga tak berubah sehingga membuat beban istri lebih berat.

Annisa pun tak menampik bahwa hal tersebut bisa menjadi salah satu factor pendukung. Namun, dia mengaku banyak juga faktor penyebab lainnya yang perlu diperhatikan agar norma-norma masyarakat Indonesia berubah. Mulai dari akses pendidikan, pengawasan administrasi perkawinan, hingga kampanye dari tokoh masyarakat.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan