Saat Pemuda Menikahi Janda 67 Tahun di Madiun

Setiap kali pulang kampung ke Nganjuk, Rokim tak lupa mengunjungi Tampi di Madiun. Buah manggis, apel, dan salak kesukaan Tampi menjadi oleh-oleh wajib yang dia bawa. Rokim juga mengatakan bahwa Tampi adalah cinta pertamanya. Seumur hidupnya, Rokim memang belum pernah berpacaran dengan perempuan lain. Karena itu, omongan sinis dan olok-olok sebagian teman tentang pacar tuanya tak dihiraukan oleh Rokim. ”Mau bagaimana lagi, wong sudah cinta,’’ ujarnya dengan mantap.

Layaknya dua insan yang dimabuk cinta, Rokim juga pernah mengajak Tampi berjalan-jalan sambil pacaran. Kebun Binatang Surabaya dan Taman Bungkul di Kota Pahlawan menjadi dua lokasi favorit mereka. Kenangan indah itu kian memupuk cinta keduanya.

Namun, meski sudah lama kenal dan jatuh hati, Rokim baru benar-benar memberanikan diri meminang Tampi belakangan ini. Awalnya, Tampi menganggap pinangan itu sebagai lelucon dan tak serius menanggapinya. Tapi, Rokim tak patah arang. Bagai pejuang cinta sejati, dia terus meyakinkan Tampi agar bersedia menerima pinangannya. ”Karena saya suka, saya cinta. Ini murni keinginan saya, bukan karena paksaan, apalagi ada maksud lain,’’ ucap Rokim.

Rokim sejak awal menyadari bahwa perbedaan usia keduanya bisa menjadi penghalang. Bahkan, ibunya pun lebih muda daripada Tampi. Rokim juga mengakui bahwa penampilan Tampi tak semenarik gadis-gadis muda lain yang ditemuinya di Surabaya atau Nganjuk, tempat asalnya. ”Tapi, saya tak peduli, namanya juga cinta,” ujarnya.

Menurut Rokim, setiap kali melihat Tampi, dirinya seolah menemukan kasih sayang yang selama ini didapat dari ibunya. Dia memang sangat dekat dengan ibunya, seorang janda yang telah berjuang keras membesarkan lima anak. Demikian pula Tampi. Sejak ditinggal wafat suami pertamanya, dia harus bekerja sebagai tukang pijat untuk memenuhi kebutuhan hidup. ”Itu yang membuat saya jatuh cinta. Perhatiannya seperti ibu saya,” kata Rokim.

Berhasil meyakinkan Tampi rupanya baru langkah awal. Rokim harus melalui perjalanan panjang untuk meyakinkan ibu dan kakak-kakaknya agar bersedia menerima Tampi. Sebab, sang ibu harus rela menerima menantu perempuan yang lebih tua daripada dirinya. Juga, kakak-kakak Rokim mendapatkan ipar yang sudah seusia nenek-nenek. Bukan hanya itu, Rokim juga harus berjuang untuk meyakinkan keluarga Tampi bahwa niatnya tulus karena cinta. ”Awalnya banyak yang tidak setuju, tapi lama-lama merestui,” ucap Rokim.

Tinggalkan Balasan