Saat Pemuda Menikahi Janda 67 Tahun di Madiun

Sejatinya pesta pernikahan Rokim dan Tampi digelar kemarin (21/3). Namun, setelah berhitung dengan penanggalan Jawa, Selasa Kliwon dinilai bukan hari baik lantaran bertepatan dengan pasaran meninggalnya ayah Rokim. Alhasil, tanggal pernikahan dimajukan menjadi 15 Maret lalu. ”Mau maju atau mundur tidak apa-apa, yang penting menikah dengan dia,’’ ucap Rokim, lantas tersenyum lebar.

Layaknya pasangan yang baru menikah, Rokim ingin segera menimang bayi. Dia ingin mendapatkan dua anak dari Tampi. Namun, menimbang usia Tampi yang mungkin sudah menopause, dia tidak memaksakan keinginan untuk mendapatkan keturunan dari istrinya. ”Mau dikasih (anak, Red) bersyukur, tidak juga tak masalah,’’ ujarnya.

Setelah menikah, Rokim tidak lagi bekerja di Surabaya. Dia kini hidup serumah dengan Tampi di Dusun Petung, Desa Nampu, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun. Pekerjaan serabutan siap dia lakoni. Mulai mencangkul hingga mencari rumput. ”Yang penting dapat duit buat makan sehari-hari,” terangnya.

Sementara itu, Tampi yang lebih jarang bicara mengaku sempat menolak pinangan Rokim lantaran menyadari bahwa dirinya bukan janda kaya. Rumah yang ditinggali selama ini pun sangat sederhana. Belum lagi, mustahil seorang perjaka mempersunting janda lanjut usia. Namun, Rokim terus mendesak tanpa lelah. ”Kowe tak rabi ya (kamu saya nikahi ya, Red)? Rokim sering ngomong begitu. Akhirnya saya terima,’’ ucap Tampi, lalu tersenyum.

Meski sempat menolak, keluarga Tampi akhirnya merestui juga. Dari cerita saudara-saudaranya, Tampi sering mengigau dan berteriak tanpa sadar ketika tidur. Entah apa yang dia mimpikan. Selama ini Tampi memang hidup seorang diri karena tidak memiliki anak dari pernikahan pertamanya. ”Saya senang, sekarang ada yang menemani di usia tua,’’ katanya.

Tampi menuturkan, acara pernikahannya dengan Rokim sangatlah sederhana. Hanya ijab kabul dan kenduri kecil. Tidak ada tetangga yang diundang. Namun, mereka berdatangan untuk mengucapkan selamat. Maskawinnya pun cukup uang tunai Rp 50 ribu. Rokim juga tidak memberinya cincin pernikahan lantaran berdalih takut tidak muat di jarinya. ”Tidak apa-apa (tidak diberi cincin, Red),” ujar Tampi.

Lantas, apa panggilan sayang keduanya. Rupanya bukan Ayah-Bunda, bukan pula Papa-Mama. Rokim punya panggilan tersendiri untuk Tampi. Dia memanggilnya Dik Tampi. Sedangkan Tampi memanggil suaminya dengan sebutan mesra Mas Rokim. ”Ya seperti suami istri lainnya lah,” kata Tampi, tersipu malu.

Tinggalkan Balasan