Menurutnya, penetapan status darurat ini kelak akan berpengaruh pada kemudahan administrasi atau mekanisme penggunaan anggaran untuk penanggulangan bencana.
Diungkapkan kepala daerah yang akrab disapa Kang Aher ini, penetapan status berdasarkan rapat koordinasi antara Pemprov Jabar dengan para pemangku kepentingan dan instansi terkait pada 4 september 2016. Termasuk hasil evaluasi terhadap bencana alam banjir dan longsor yang terjadi di beberapa wilayah di Jabar.
”Saya instruksikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jabar melaksanakan upaya-upaya kesiapsiagaan keadaan darurat. Sehingga mampu meminimalisasi potensi dampak bencana melalui penanganan yang bersifat cepat, tepat dan terpadu, seusai ketentuan peraturan perundangan,” katanya.
Untuk itu, Aher mengimbau kepada kepala daerah kota kabupaten se-Jabar untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan tindakan-tindakan preventif yang diperlukan. ”Kepada masyarakat saya berpesan untuk selalu berwaspada mengingat rekomendasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sampai bulan Mei 2017 curah hujan di berbagai daerah di Jabar cukup tinggi,” pesannya.
Dia mengatakan, tahun ini Pemprov Jabar telah mengeluarkan dua kali status siaga bencana banjir dan longsor. Periode pertama adalah awal tahun ini mulai 4 Januari 2016 hingga 4 April 2016.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat Haryadi Wargadibrata mengatakan, ada 18 daerah di Jawa Barat yang berpotensi menghadapi bencana banjir dan longsor. Ancaman longsor, misalnya, mayoritas berada di wilayah Jawa Barat bagian tengah dan selatan, sedangkan ancaman banjir berada di wilayah Pantura. Masing-masing daerah itu diklaimnya sudah mengetahui titik-titik rawannya.
Haryadi memetakan, ada 18 kota/kabupaten di Jawa Barat, rawan bencana. Kabupaten Cianjur, Garut dan Sukabumi menjadi tiga urutan teratas paling rawan bencana.