Atty Masih Punya Hak Pilih

bandungekspres.co.id, CIMAHI – Wali  Kota Cimahi nonaktif Atty Suharti masih memiliki hak untuk melakukan pemilihan di Pilkada pada Februari. Sebab, meski tengah tersandung masalah hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), status Atty belum inkrah. di Komisi pemberantasan Korupsi,

Ketua Panitia Pemilihan Suara (PPS) Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara Ahmad Halimi mengungkapkan, pihaknya masih menyampaikan surat  undangan kepada Atty Suharti dan keluarganya untuk memilih di Pilkada 2017 ini. ”Surat undangan tersebut sudah kami sampaikan kepada bu Atty dan keluarganya untuk melaksanakan pemilihan, karena beliau masih memiliki hak untuk menggunakan hak pilihnya,” terang Halimi, kemarin (13/2).

”Selama belum ada keputusan yang tetap dari pengadilan, bu Atty masih tercatat sebagai calon wali kota, begitupun dalam menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada kali ini,” tambahnya.

Dia menyebutkan, Atty Suharti tercatat sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS 25 Cibabat di RT 04/RW 07 Kelurahan Cibabat, Komplek Perumahan Perdatam, Jalan pesantren Kecamatan Cimahi Utara dengan nomor urut 127. Seharusnya, Dari 25 RW yang ada di Kelurahan Cibabat, Atty Suharti merupakan salah satu dari 36.586 pemilih yang terdaftar di DPT. ”Bu Atty merupakan salah satu pemilih di TPS 25 dari 91 TPS yang ada di wilayah kami, sedang calon wakil wali kota Achmad Zulkarnain akan memilih di TPS  Cibabat 70 dengan nomor urut 185, ” sebutnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum Wali Kota Cimahi nonaktif, Atty Suharti Tochija, Andi Syafrani mengaku, masih menunggu informasi secara langsung keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait pemberhentian kliennya dari jabatan orang nomor satu di Cimahi.

Yang diketahuinya, saat ini hanya pemberhentian sementara yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri. Dia menegaskan, belum mendapatkan informasi lengkap apakah sudah ada atau belum keputusan pemberhentian  Atty dari posisinya sebagai wali kota.

Andi menjelaskan, kasus yang menimpa kliennya dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memang berbeda sekalipun sama-sama sebagai tersangka. Hal ini sepenuhnya menjadi kewenangan Kemendagri untuk menentukan seseorang masih layak atau tidaknya menjabat sebagai kepala daerah berlandaskan hukum yang jelas.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan