Pedasnya Yang Beda, Tiga Jam Bisa Layani 200 Pengunjung

Namun, kata Agus, Siti Hajar tidak mau menyerah. Dia meyakini masakan padang bisa cocok di lidah orang Melayu dan pendatang. Untuk itu, dia perlu mendatangkan bumbunya dari tanah Sumatera. Hal itu ditujukan agar tetap bisa mendapatkan cita rasa khas Minang.

’’Dulu kami harus beli banyak dari Medan. Sekarang kapal feri susah ke sini. Jadinya mahal,’’ terangnya.

Untung, kini di Penang sudah banyak yang berjualan rempah-rempah yang dibutuhkan untuk membuat bumbu masakan Padang. Tinggal meracik sendiri. ’’Tidak ada yang berbeda, hanya tingkat pedasnya yang dikurangi,’’ ucapnya.

Begitu menemukan formulasi yang pas, terkait bumbu dan rasa pedasnya, rumah makan asli Tanah Minang itu jadi jujukan warga untuk makan pagi, siang, hingga malam. Lauk yang paling disukai adalah daging rendang.

’’Resep di tempat kami tak pernah dicampur. Makanan Minang ya Minang. Melayu ya Melayu,’’ urai pensiunan pegawai negeri yang mengurusi aset Kerajaan Malaysia itu.

Rumah makan tersebut kini memiliki delapan pekerja, termasuk seorang koki khusus yang didatangkan dari Tanah Minang. Mereka masih satu keluarga besar. ’’Makanan yang kami jual juga murah. Tak ambil untung banyak,’’ jelasnya.

Jika dibandingkan dengan restoran lain, harga yang dipatok Agus bisa lebih murah sekitar RM 3 (Rp 9 ribu) per porsi. Misalnya, nasi padang dengan lauk daging rendang saja dihargai Rp 12 ribu. Namun, bila ditambah sayur dan lauk lainnya, bisa Rp 21 ribu per porsi.

Komitmen untuk menghadirkan makanan Minang dan Melayu di restoran itu masih terjaga sampai saat ini. Dalam sehari, Agus selalu menyiapkan 30 menu yang dipajang di kaca etalase.

Buka mulai pukul 10.00, restoran padang tersebut mengalami puncak ramai saat jam makan siang, pukul 12.00–13.00. Biasanya menu favorit adalah ikan cencaru dan rendang. Dalam tiga jam, sedikitnya 200 orang makan di situ secara bergantian.

’’Buka hari-hari, (kalau) letih tutup. Masa pelancongan tidak bisa tutup karena jadi wang (uang, Red),’’ katanya.

Meski sudah banyak yang kenal, keluarga besar belum berencana membuka cabang. ’’Kami khawatir rasanya tidak sama. Juga, tidak ada tenaga,’’ terangnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan