Padahal, kata Aa, Pemkab Bandung Barat seharusnya mencarikan solusi terbaik bagi semua pihak. Jangan sampai, tegas dia, karena alasan proyek pemerintah pusat membuat pemerintah daerah juga ikut setuju namun harus mengorbankan warganya. ”Cari solusinya bukan malah diam saja dan tidak memperdulikan warga,” ungkapnya.
Menurut Aa, meski tanah tersebut memang tanah milik PT KAI, namun alangkah baiknya PT KAI dapat mempertimbangkan dari sisi-sisi keadilan. Pasalnya, warga terdampak yang jumlahnya ribuan ini sudah menetap di lahan tersebut puluhan tahun lamanya. ”Direksi PT KAI pernah menjanjikan bahwa dia akan mengganti untung kepada warga terdampak tapi pada pelaksanaannya nilainya rendah sekali, kalau begini bukannya ganti untung tapi malah menyengsarakan rakyat,” jelasnya.
Aa mengaku, selama ini pihaknya tidak pernah dilibatkan atas rencana pembangunan proyek Kereta Cepat oleh PT KCIC. Begitupun dengan pihak eksekutif yang tidak pernah melibatkan legislatif terkait proyek ini.
”Padahal kalau duduk bareng mendengarkan apa yang menjadi aspirasi warga tentunya akan ada jalan keluar. Mereka yang terdampak bisa diselesaikan dengan memanfaatkan sejumlah sumber anggaran belanja dari APBD atau dari bantuan pusat,” terangnya.
Aa juga memastikan tetap menolak atas rencana pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pasalnya, proyek tersebut dinilai hanya akan menguntungkan kalangan tertentu tanpa memikirkan nasib masyarakat kecil Kabupaten Bandung Barat. ”Jangan sampai masyarakat kecil menjadi korbannya,” sesalnya. (drx/fik)