Memperbaiki MK Pasca OTT Patrialis Akbar

Dia menuturkan dewan etik telah mengusulkan pembentukan majelis kehormatan yang secara khusus menangani Patrialis. Majelis itu rencana akan diisi oleh lima orang. Yakni, Wakil Ketua MK Anwar Usman, mantan hakim konstitusi Prof Ahmad Sodikin, guru besar ilmu hukum Prof Bagir Manan, dr HC As’ad Ali Said (tokoh masyarakat dari NU), dan seorang dari komisi yudisial. ”Majelis kehormatan nantinya akan menentukan apa pelanggaran etik berat dan sanksinya,” ujar pria yang sedang menempuh program doctoral di Universitas Brawijaya itu.

Majelis kehormatan berwenang untuk mengusulkan pencopotan dan pengisian kembali. Fajar menuturkan waktu yang dimiliki majelis kehormatan itu relatif lama, tapi bisa berlangsung lebih cepat. ”Melanggar pidana seperti korupsi itu pelanggaran etik berat. Tapi, majelis kehormatan tidak fokus pada pidananya hanya etiknya,” imbuhnya.

Pria asal Jogjakarta itu menegaskan MK terus berbenah diri. Dua kasus korupsi yang telah terjadi di MK akan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Tapi, dia tidak terima bila MK harus dibubarkan lantaran ada hakim yang korupsi. ”Ibaratnya kalau ada tikus di rumah ya tikusnya diberesin. Bukan rumahnya yang dibakar atau dirobohkan,” kata dia. (byu/lum/jun/rie)

Hakim Berlatar Politisi Dipersoalkan

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang berlatarbelakang politisi menjadi sorotan setelah tertangkapnya Patrialis Akbar. Dia mengikuti jejak pendahulunya, mantan ketua MK Akil Mochtar yang juga ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya sama-sama bekas kader partai politik.

Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi mengungkapkan latar belakang partai politik sedikit banyak akan punya pengaruh. Anggapan itu semakin diperkuat dengan cukup banyak kader partai politik yang duduk di dewan menjadi tersangka korupsi. ”Dalam berbagai survei DPR jadi lembaga yang dianggap paling korup,” ujar dia.

Veri menuturkan dalam kasus Akil Mochtar pada 2013 latar belakang partai politik itu amat kentara. Sebab, saat itu Akil dikenal dekat dengan sejumlah kader partai politik dan dia pun menerima suap untuk kasus sengketa pilkada. ”Ada relasi dan kedekatan,” kata dia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan