Ke Gua Beloyot di Pegunungan Kars yang Melelahkan

’’Itu sudah seminggu lebih. Memang ada orang utan di sekitar sini,’’ ungkap Rahmat.

Setelah puas menelisik seluruh badan gua serta menyaksikan pemandangan jajaran pegunungan kars yang menjulang di atas, kami memutuskan untuk turun. Seperti halnya saat berangkat, kami juga butuh dua jam hingga ke Kampung Merabu.

Kami tiba kembali di Kampung Merabu pukul 14.00. Kaki terasa capek. Tapi, kami merasa puas karena telah mengunjungi salah satu objek wisata andalan Kampung Merabu. Itu juga membuktikan bahwa kampung tersebut memiliki pengelolaan ekowisata yang tertata rapi.

Misalnya, mereka telah menyiapkan penginapan bagi pengunjung di rumah-rumah penduduk yang dijadikan homestay. Hanya hunian yang bersih dan punya kamar mandi layak yang dijadikan rumah singgah. Tuan rumah juga harus bersedia menerima tamu lokal maupun asing.

Tarif homestay Rp 200 ribu per malam. Bisa menampung hingga empat orang dalam satu rumah. Biaya itu belum termasuk makan Rp 25 ribu per piring dengan menu masakan khas Merabu. Misalnya sayur daun singkong rebus hingga mentimun serut yang dimasak dengan bawang putih. Menu lain bergantung kesepakatan.

Selain itu, warga menyediakan diri menjadi guide dengan tarif Rp 100 ribu per hari. Jasa angkat barang alias porter Rp 15 ribu per kilogram. Tarif perahu Rp 175 ribu sekali jalan.

Koordinator Ekowisata Kampung Merabu Lukman menjelaskan, tarif tersebut diumumkan sejak awal agar turis mafhum. Sekaligus untuk menghindari pungutan liar yang justru merusak citra wisata Merabu. Pembayarannya juga satu pintu lewat badan pengelola hutan Kerima Puri. ”Dana yang terkumpul untuk warga dan pengembangan kampung ini,” ujar dia.

Pada 2016, tak kurang dari 200 turis datang ke Merabu. Rata-rata menginap sepekan. Bukan hanya di rumah warga, tapi juga di dalam hutan atau di bawah kaki Gua Beloyot dengan mendirikan tenda. ”Ada yang bikin penelitian. Ada juga yang sekadar liburan,” imbuh Lukman.

Dalam konsep pengembangan Kampung Merabu, ekowisata jadi tambahan penghasilan bagi warga. Selama ini warga hidup sederhana dan menggantungkan mata pencahariannya dari hasil hutan. Di antaranya dengan mencari madu atau sarang burung walet. Tapi, semua itu musiman. ”Padahal, kebutuhan warga sekarang makin tambah. Ya sekolah, kendaraan, HP, dan lain-lain,” ucap Franly.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan