Dari hasil survei didapati bahwa responden menilai adanya perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik di lembaga-lembaga pemerintahan, namun komposisi sektor publik yang dipersepsikan korup masih sama. Responden masih menilai kepolisian, legislatif, dan peradilan sebagai sektor publik yang paling terdampak oleh korupsi.
Temuan lainnya adalah sektor lapangan usaha yang memiliki prevalensi suap paling tinggi menurut responden adalah usaha di sektor minyak dan gas, pertambangan, dan kehutanan. Sementara itu, sektor yang memiliki potensi suap rendah menurut responden adalah sektor pertanian, sektor transportasi, dan sektor hotel dan restoran.
Sektor lapangan usaha yang memiliki alokasi suap terbesar adalah sektor konstruksi dengan rerata alokasi suap sebesar 9.1%; jasa dengan rerata alokasi suap sebesar 7.4%; dan Migas dengan rerata alokasi suap sebesar 7.2%. Sementara sektor yang memiliki alokasi suap terendah adalah pertanian dengan rerata alokasi suap sebesar 3.5%; perikanan dengan rerata alokasi suap sebesar 3.3%; dan kehutanan dengan rerata alokasi suap sebesar 3.2%.
Terdapat bukti secara empirik bahwa persepsi korupsi di daerah memiliki hubungan erat dengan penurunan daya saing dan penurunan kemudahan di daerah berusaha. Daerah dengan indeks persepsi korupsi yang tinggi memiliki daya saing dan kemudahan berusaha yang tinggi pula.
Sebaliknya daerah yang memiliki indeks persepsi korupsi yang rendah memiliki kemudahan berusaha yang rendah pula. Korupsi dinilai terjadi secara sistemik, sehingga perlu pemerintah kota perlu menggunakan pendekatan sistemik pula upaya pemberantasan korupsi. Pemetaan sistem integritas lokal perlu buat untuk mengetahui pilar mana yang diharapkan dapat berkontribusi besar dalam upaya pemberantasan korupsi.
”Dengan kondisi seperti ini Transparency International Indonesia akan terus dan memperkuat gerakan anti korupsi berbasis masyarakat dengan mengembangkan gerakan sosial antikorupsi yang melibatkan berbagai kelompok dalam masyarakat.” ucap Natalia Soebagjo, Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia. (bil/rdr/JPG/fik)