Lestarikan Tari Bali dari Atas Kursi Roda

 

 

Wayan Sukarmen dan Muhammad Whizzkid Marheinis adalah contoh anak muda harapan bangsa. Di tengah segala keterbatasan, mereka tetap bersemangat untuk membawa kebaikan bagi lingkungan.

NURAFIDA KEMALA DENITA MATONDANG, GianyarABDUL MUGHIS, Semarang

BERDIRI saja tidak mampu. Masalah pada tulang belakangnya membuat bagian tubuh pinggang ke bawah Wayan Sukarmen lumpuh. Dia harus dibantu kursi roda untuk beraktivitas.

Namun, hal itu tidak menghalangi Sukarmen untuk menjalani sesuatu yang sangat dicintainya, menari. Handicap tidak bisa memainkan tari Bali dengan gerak lincah kakinya ditutupinya dengan harmonisasi gerak lain. Ekspresi wajah serta gerak mata yang sempurna membuat dia bisa menghidupkan tari Bali yang dimainkan.

Sukarmen adalah aktivis Yayasan Cahaya Mutiara Ubud Mencari lokasi yayasan itu tidaklah sulit. Ia terletak di ujung Jalan Sasibrata di sisi Jalan Raya Tampaksiring. Di sanalah Sukarmen bersama 25 difabel lainnya tinggal.

Ketika Jawa Pos Radar Bali berkunjung pada Sabtu (20/8), sebagian di antara mereka sedang memasak untuk sarapan. Tidak terlihat perawat yang mengurusi kebutuhan mereka. Semua dilakukan sendiri.

”Ya, beginilah keseharian kami. Semua harus dikerjakan sendiri,” kata Sukarmen membuka percakapan.

Remaja 18 tahun itu lantas menceritakan awal mula ikut Zetizen. Dia diberi tahu temannya bahwa ada Zetizen National Challenge. Dalam lomba itu, remaja berlomba melakukan sesuatu yang positif untuk lingkungan mereka. Siapa yang terbaik berhak mengikuti program ke Selandia Baru.

Seperti anak remaja Bali pada umumnya, siswa SMKN 1 Mas Ubud tersebut rajin mengikuti kegiatan seni di sanggar. Khususnya seni tari. ”Sudah sejak kecil ketika saya diperdengarkan musik gamelan tari Bali, langsung refleks ingin ikut menari,” kenangnya.

Lalu, bagaimana cara menari di kursi roda? Sukarmen menjelaskan, saat menari, dirinya mengandalkan bagian tubuhnya mulai pinggang ke atas. Sementara itu, bagian tubuh bawahnya masih ditopang kursi roda. ”Orang-orang yang melihat awalnya juga merasa agak aneh. Tapi, semua bisa dilakukan kok,” papar bungsu dua bersaudara itu.

Untuk belajar menari, Sukarmen dan beberapa anggota yayasan ikut dalam Sanggar Tari Sekar Dewata yang memang telah menjalin kerja sama dengan Yayasan Cahaya Mutiara Ubud. Tari Bali diajarkan Ketut Gede Bendesa yang sebelumnya juga mengajarkan tari kepada para difabel tunarungu dan tunawicara.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan