bandungekspres.co.id, SUMEDANG – Permasalahan antara Orang Terkena Dampak (OTD) PLTA Jatigede dengan PT PLN hingga saat ini terus memanas. Kuasa Hukum Masyarakat Desa Karedok dan Kadujaya yang menjadi OTD PLTA Jatigede Piar Pratama, baru saja menyerahkan alat bukti adanya kecacatan hukum dalam permasalahan tersebut.
”Kami telah memberikan alat bukti hukum kepada KPK dan juga Ombudsmen. Bahkan kita juga sudah berkoordinasi. Dan yang saya sayangkan itu, ada beberapa birokrat yang melakukan penyalahgunaan wewenang yang mengarah kepada tindakan korupsi,” katanya, kemarin (9/8).
Piar menilai, dalam permasalahan tersebut diduga adanya tumpang tindih aturan. Di antaranya jika aturan Kepres, ternyata dua desa yang terkena dampak tersebut (Kadujaya dan Karedok, Red) tidak masuk kedalamnya. Oleh karena itu, pihak masyarakat dan Ombudsmen, dalam hal tersebut menyatakan sepakat untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
”Seharusnya kedua desa tersebut di-Kepreskan. Sebab, kedua desa tersebut secara langsung adalah OTD. Dan Proyek pembangunan PLTA ini juga proyek negara yang berhubungan dengan Jatigede,” tuturnya.
Dia mengaku, menyanyankan ketidaktransparanan dari birokrasi, P2T dan juga PT PLN. Terutama adanya manipulasi harga di lahan kompensasi untuk kawasan alih hutan PLN di beberapa desa.
Acuannya, kata dia, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) versi PLN. Bagi dia, itu seharusnya itu permeter, tapi ke masyarakatnya itu dibeli per bata.
”Pembelian di PLN itu Rp 29.500 sampai Rp 33 ribu permeter. Tapi kemasyarakatnya itu dibelinya dengan harga Rp 70 ribu sampai Rp 100 ribu per bata,” ujar Piar.
Di tempat terpisah, Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Sumedang Dadang Romansah mengatakan, walaupun masih ada permasalahan yang belum bisa diselesaikan, dia berharap agar semua pihak bisa menahan diri. ”Kemarin kita sudah melakukan peninjauan ke lokasi di sana. Ada tujuh rumah yang sama pihak PLN belum diapa-apakan. Jadi kita berharap semuanya untuk bisa menahan diri, kemudian dengan cara persuasif mereka bernegosiasi kembali yang berkaitan dengan itu,” urai Dadang.
”Sebenarnya bisa saja PLN melakukan pembongkaran itu, tetapi mereka menahan diri,” tambahnya. (bay/rie)