Cium Tangan, Selfie hingga Berebut Makan Gulai Otak

Tiap tahun ada tema untuk pakaian yang digunakan. Tahun ini, para kerabat diwajibkan memakai busana berwarna merah marun apapun jenisnya. Menurut Etty, penentuan baju ini untuk memeriahkan suasana saja, tidak ada maksud tertentu di dalamnya. ’’Biar rame aja. Buat seru-seruan. Bahkan, warna baju buat tahun depan juga sudah ada,” ucap sosok yang pernah mengajar bahasa Inggris tersebut.

Seperti diutarakan oleh Etty, pembagian uang dengan cara mencium tangan tersebut, hanya bagi anak kecil atau yang belum menikah. Dan tidak ada batasan pemberian uang, semampu orang yang akan memberikan. Namun, dalam perjalanannya, untuk memeriahkan, kadang orang yang sudah menikah dan bekerja, ikut mengantri dan berebut mencium tangan sang pemberi uang. ’’Ya bukan tradisi juga, hanya sekedar agenda tahunan. Buat anak-anak kecil, cucu-cucu atau ponakan,” tuturnya.

Cium tangan dahulunya dimulai dari istri almarhum, Fatimah Kasim, dan berlanjut ke anak pertama hingga terakhir, kemudian cucu pertama hingga yang telah bekerja. Namun, sepeninggal Fatimah, dimulai dari anak pertama, dan nominal yang dibagikan berbeda-beda, sesuai dengan kemampuan sang pemberi. Biasanya tradisi ini dilakukan di hari pertama Idul Fitri, hanya saja setelah meninggalnya Fatimah, dilangsungkan pada hari ketiga Lebaran. ’’Ya untuk memberi waktu silaturahmi ke keluarga masing-masing, buat yang udah punya istri atau suami,” jelas Etty.

Meski terlihat mewah, namun ada makna dilangsungkan acara ini, yaitu mendekatkan anak-anak dengan ponakan, serta cucu/cicit almarhum, yang prakarsai berdirinya Masjid Istiqamah, yang berada di Jalan Ciliwung.

Wajar, karena besarnya keluarga tersebut, membuat seluruh anggota keluarga tidak dapat berkumpul dalam satu atap. Sebagian keluarga berada di Jakarta hingga Bali, maka itu hanya momen Lebaran seperti ini yang dapat menyatukan mereka. Meski tidak semeriah dulu, diakibatkan berpulangnya sang ibunda mereka, acara tersebut masih ditunggu-tunggu, khususnya bagi anak kecil yang ingin mendapatkan duit untuk jajan mereka. ’’Yang penting masih bisa kumpul,” tegas Emmi Darman, salah satu anak perempuan almarhum.

Tidak hanya cium tangan, yang paling ditunggu keluarga adalah hidangan yang disajikan, bukan rendang atau ketupat. Tapi gulai otak, salah satu santapan khas Sumatera Barat, daerah asal Muhammad Kasim. Tiap tahunnya, sajian itu selalu menjadi rebutan keluarga atau tamu yang hadir dalam acara itu. (*/vil)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan