Agung Trisnawanto yang Sukses Ubah Wukirsari Jadi Sentra Penangkar Burung

Karena sudah memiliki istri, Sigit tidak tega jika meninggalkan istri dan memilih kembali ke Wukirsari. Dia minta digaduhi Agung burung yang bisa berkicau. Oleh Agung, dia diberi lima pasang indukan lovebird.

Kini, dari lima indukan tersebut, Sigit sudah memiliki 25 indukan lovebird yang secara rutin sudah bertelur untuk menghasilkan anakan. ”Kalau sama anakan, bisa ratusan,” tutur Sigit.

Sigit mengatakan setiap bulan bisa mengirim 500 burung dari berbagai jenis ke Jakarta. Perputaran uang dari distribusi itu bisa mencapai Rp 200 juta. ”Ya kalau sepi, jelek-jeleknya Rp 5 juta (keuntungannya, Red). Kalau ramai bisa Rp 10 juta,” ujarnya.

Agung menjelaskan, menangkarkan burung tidak memerlukan banyak waktu. Cukup membersihkan kandang serta memberi makan dan minum di pagi hari, pemilik lantas bisa meninggalkan burung untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan lain. ”Santai, tinggal nunggu pembeli, lalu burungnya dipaketkan,” ujarnya.

Kebanyakan warga Wukirsari memilih perkutut, jalak suren, dan lovebird untuk ditangkarkan. Cucak rowo meski berharga mahal kurang disukai. Sebab, burung itu sangat moody. Stres sedikit, burung tersebut membunuh anakan sendiri.

Kini, dari ribuan warga Wukirsari yang menangkarkan burung, sudah banyak yang memiliki perputaran uang lebih dari Rp 1 miliar. Rata-rata dari mereka adalah yang ikut digaduh sejak awal.

Bersama empat penangkar lain, Agung pun menggandeng para penangkar burung di desanya itu ke dalam Paguyuban Wukirsari Bird Farm Indonesia (WBFI). WBFI sudah memiliki payung hukum dari pemerintah.

Dengan tingkat kesadaran dan kemandirian warga yang sudah terbentuk, Agung melalui WBFI kini memikirkan konsep kemandirian yang baru. Dia menggagas pembuatan Taman Burung Wukirsari. Sebuah konsep cagar alam yang berisi burung-burung peliharaan. Sekaligus memberikan edukasi kepada pengunjung terkait dengan jenis burung beserta cara penangkarannya.

”Saya sudah kepikiran itu sejak lama. Sudah mencoba sendiri di tanah belakang rumah, tapi tak sanggup karena biaya terlalu besar.”

Karena itulah, Agung bersama WBFI mengajukan proposal pendirian taman wisata burung tersebut kepada Pemerintah Kabu­paten Bantul. Tapi, proposal itu baru direspons saat pergantian nakhoda kabupaten tersebut pada 2016.

Tinggalkan Balasan