Obet mengatakan, saat ini masih banyak perusahaan yang tidak memberlakukan aturan normatif. Seperti upah yang masih dibawah Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) 2016, kepesertaan BPJS, buruh yang telah bertahun-tahun bekerja namun masih berstatus kontrak dan sewaktu-waktu bisa diberhentikan tanpa aturan yang jelas.
”Bahkan belakangan ini saya dengan ada salah satu perusahaan besar di kawasan Dayeuhkolot yang menghapuskan jatah uang makannya. Padahal, itu adalah hak normatif buruh yang harus dipenuhi perusahaan,” paparnya.
”Hak ini dihilangkan oleh perusahaan. Ini preseden buruk, bisa saja diikuti oleh perusahaan-perusaaan lainnya. Lalu kemana organisasi buruh yang seharusnya memperjuangkan nasib anggotanya itu,” tambahnya.
Permasalahan klasik yang dihadapi para buruh di Kabupaten Bandung saat ini, tutur Obet, masih banyaknya perusahaan yang tidak melaksanakan atau membayarkan UMK 2016. Bahkan, dia bisa memastikan, dari sekian banyak perusahaan di Kabupaten Bandung hanya beberapa saja yang melaksanakan kewajibannya sesuai UU dan Perda Ketenagakerjaan.
”Saya bisa katakan yang melaksanakan pun paling cuma 90 persen nya saja dari nilai UMK 2016 ini. Nah, yang paling parah itu sebagian besar berada di wilayah Majalaya, di sana itu cuma ada satu perusahaan tektil yang bagus. Lalu ada satu lagi perusahaan yang bagus itu di Daerah Dayeuhkolot, kalau yang lainnya bisa dikatakan masih parah,” ungkapnya. (yul/rie)