bandungekspres.co.id -JANGAN berharap hidup enak selama menjalani kehidupan di tahanan. Apapun kasusnya. Sebab, kenyamanan harus ditebus dengan uang.
Menurut IKA, 40, transaksi keuangan di Lapas atau Rutan itu ada saat seorang napi mendapatkan pelimpah dari kepolisian. ”Biasanya napi baru akan menjalani karantina selama dua minggu selama satu bulan,” ungkap IKA.
Pria yang pernah terjerat pasal 263 dan 378 itu mengaku, napi akan dipermudah untuk sampai ke kamar sel ketika sudah memberikan uang senilai Rp 3 juta. Dengan jumlah tersebut, napi tidak perlu melewati proses karantina.
Pria berperawakan kurus ini mengatakan, paket-paket kamar itu sendiri juga tidak berlaku rata setiap tahanan. Tapi, petugas mengalkulasi besar harga kamar berdasarkan kasus yang dialami oleh napi itu sendiri. ”Wajar kalau ”raja” mendapatkan fasilitas ”raja”. Napi korupsi kan nyuri bukan sejuta atau dua juta mas. Harga kamarnya minimal bisa Rp 10 juta hingga Rp 15 juta, itu untuk masuk ke kamar saja,” tuturnya sambil menyebutkan harga tersebut berlaku di Lapas Sukamiskin.
Dia mengaku, menjalani tahanan di Kebonwaru selama satu tahun setengah tahun. Beberapa bulan di Sukamiskin. Dia juga pernah pindah tahanan ke Lapas Karawang selama 13 bulan.
Di ketiga lapas tersebut, dia menyebut, ada persamaan yang mendasar: uang. Keuangan setiap napi mempengaruhi kenyamanan bagi napi itu sendiri. ”Kalau tidak punya uang, ya buat tidur juga susah,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, di Kebonwaru untuk dibukakan pintu kamar dan keluar kamar, setiap napi harus bayar dua bungkus rokok yang disebut sebagai uang kuncian. Rokoknya pun tidak bisa sembarangan, harus yang mahal. Khusus untuk Gudang Garam Filter, di Lapas bisa seharga Rp 20 ribu satu bungkus. ”Rokoknya harus Samsu, Marlboro dan Sampoerna Mild. Beda pintu, beda rokoknya,” ujarnya.
Nah, jika rokok tersebut sudah terkumpul dari tiap napi. Sipir dan korpe (napi suruhan sipir) mengoordinir rokok tersebut untuk dikumpulkan. Karena tidak mungkin merokok sebanyak itu, maka rokok pun dijual kembali pada napi seharga Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per bungkus. ”Dijualnya dedet (paksa, Red). Kalau tidak beli ya ada risikonya,” urainya.