Terpisah, KPK selama ini melakukan kajian terkait pelayanan kesehatan yang salah satunya berkaitan dengan BPJS. Dari sana ditemukan ada sejumlah masalah yang membuat perusahaan tersebut mengalami defisit. Salah satunya belum adanya pedoman pelayanan nasional pelayanan kesehatan.
’’Hasil kajian kami harusnya ada 70an jenis penyakit yang masuk PNPK,’’ ujar Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan. Namun sampai saat ini, Kementerian Kesehatan yang bertugas menyusun PNPK baru menyelesaikan 42 item jenis penyakit. Pahala mengatakan PNPK itu penting karena hal itu bisa menjadi pedoman dokter menangani penyakit, baik dari tindakan medis, penggunaan alat kesehatan sampai pemberian obatnya.
Nah, ketika belum adanya PNPK seperti saat ini, akhirnya BPJS menggunakan metode pengklasifikasian INA CBGs (Indonesia Case Base Groups). ’’Kalau itu sifatnya paketan. Misalnya berapa jumlah paket maksimal dan minimalnya dari situ dibuat rata-ratanya,’’ ujar Pahala.
Baca Juga:Jumlah Sekolah di Kabupaten Bandung UNBK BertambahAtty Suharti Bantu Korban Puting Beliung
Temuan masalah BPJS lainnya ialah terkait dispute claims. Hal itu kerap terjadi di pemerintah daerah, mulai dari puskesmas, rumah sakit kesehatan hingga provinsi. ’’Kami tidak menemukan adanya cara menghadapi dispute yang struktural,’’ ujar Pahala.
KPK juga menemukan adanya fraud dalam hal klaim rumah sakit ke BPJS. Menurut Pahala, ternyata pengecekan proses klaim dari RS ke BPJS tidak optimal. Hanya diperiksa dokumen namun kontennya banyak yang diabaikan.
’’Ini juga terkait keterbatasan personel mereka (BPJS). Masak satu pengawas mengendalikan satu provinsi yang dinilainya mencapai Rp 1 triliun,’’ terangnya.
Dalam kajiannya tentang BPJS, KPK menemukan sekitar 10 masalah. Sejumlah rekomendasi kini sudah disampaikan ke instansi terkait, baik BPJS sendiri maupun Kementerian Kesehatan. (mia/gun/rie)
