Melihat kondisi ini, ke depan perlu juga dipertimbangkan agar fokus penggunaannya tidak sama antara banprov dengan dana desa agar pada penyerapannya bisa terasakan oleh masyarakat desa.
Dede berharap, keberadaan Apdesi harus berperan menjadi mitra pemerintah untuk kemajuan desa, karena keberadaannya sangat dibutuhkan dalam peningkatan pemahaman perencanaan pembangunan desa dan administrasi pemerintahan desa.
“Apdesi bagi kami itu mitra yang harus bekerja sama dan memecahkan setiap permasalahan dengan bermusyawarah, bukan diarahkan dengan mengajak demo seperti yang diberitakan,” ucap dia.
Dede menambahkan, untuk kejelasan penundaan bantuan dana desa ini rencana akan dianggarkan dalam APBD tahun 2017 dan hal ini telah disampaikan dalam surat Sekretaris Daerah Prov. Jabar No. 978/1109/Keu, tanggal 11 Maret 2016. “Bantuan keuangan untuk infrastruktur perdesaan, yang ditandatangani asisten administrasi, dan surat ini ditujukan kepada bupati se- Jabar dan walikota Banjar dan akan segera kami sampaikan,” ucap Dede.
Terpisah, Kepala Biro Keuangan Jawa Barat Nurdialis, saat ditemui menambahkan, belum cairnya dana desa yang bersumber dari Bankeu Provinsi Jabar disebabkan banyak anggaran provinsi yang terserap oleh gelaran PON XIX dan Perpanas yang mencapai Rp 2 triliun.
’’Banyak anggaran yang memang sudah dialokasikan untuk proyek pembangunan dan sudah menjadi prioritas,” ujar dia.
Kendati begitu, hal ini tidak bisa menjadi alasan. Pasalnya, pemerintah desa telah mendapatkan bantuan desa lewat dana desa yang cukup besar dari pemerintah pusat.
Nurholis menegaskan, bankeu pemprov senilai Rp 15 juta untuk peningkatan kinerja aparatur desa tidak akan dihilangkan. ’’Jadi untuk kepala desa mohon bersabar karena bankeu ini sudah masuk dalam musrenbang dan tahun depan akan kembali ada,’’ pungkas dia. (yan/vil)