Tidak hanya dia, maniak gerhana asal Australia Kate Russo pun mengaku datang sendirian ke Indonesia hanya untuk menyaksikan gerhana tersebut. Perempuan psikolog itu menulis ingin berkunjung sembari berwisata keliling Jakarta, Bali, dan Sulawesi. Dia mengaku memilih Palu sebagai tempat berlabuh karena tertarik dengan event Eclipse Festival.
Bagi yang tidak sempat atau mampu pergi ke titik langsung pengamatan GMT, menonton via streaming bisa jadi pilihan terakhir. Masyarakat dunia tampaknya bakal disajikan pemandangan langsung via internet lewat berbagai situs. Misalnya, NASA dan lembaga astronomi Slooh.
Sumber Riset
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tidak kalah antusias menyambut gerhana matahari total (GMT) pada Rabu (9/3). Mereka berharap peneliti-peneliti yang meriset fenomena langka itu bekerja profesional dan pulang membawa hasil penelitian yang bagus. ”Aspek yang menjadi objek penelitian pada fenomena gerhana matahari ini banyak sekali,” kata Dirjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti kemarin (5/3).
Ghufron menjelaskan, fenomena GMT sangat jarang terjadi. Karena itu, momen tersebut pasti menjadi buruan para periset, khususnya di bidang astronomi. Dia optimistis apa pun tema penelitian GMT kali ini pasti menjadi sumber ilmu dan inovasi berharga pada masa depan.
Dosen Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) Dhani Herdiwijaya mengatakan, kampusnya cukup antusias menyambut GMT pada 9 Maret nanti. Apalagi ITB adalah satu-satunya kampus yang membuka jurusan astronomi di Indonesia. ”Saya beserta keluarga berangkat mengamati GMT ke Belitung,” tutur dia.
Dosen yang akrab disapa Dhani itu menuturkan, bintang utama dalam setiap fenomena GMT adalah korona. Dia menjelaskan, pada kondisi normal, susah mengamati korona matahari. Pada kondisi normal, peneliti matahari hanya bisa mengamati bagian fotosfer. ”Korona ada di atas fotosfer,” jelas dia.
Dalam ilmu astronomi, sifat korona itu sangat unik. Bahkan, masih tersimpan misteri di dalamnya. Misteri tersebut adalah mengapa gelombang panas di korona mencapai 1 juta sampai 2 juta derajat Celsius.
Sementara itu, untuk fotosfer yang lebih dekat dengan inti matahari, gelombang panasnya hanya 6.000 derajat Celsius. Di inti matahari, panasnya 15 juta derajat Celsius.